parboaboa

Pilkada Jakarta 2024: Perang Dini Anies Vs Ahok

Norben Syukur | Politik | 15-03-2024

Kolase gambar Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (Foto: Pemprov DKI Jakarta)

PARBOABOA, Jakarta – Percaturan politik Anies Baswedan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seolah tak ada akhirnya.

Berawal dari kontestasi Pilkada 2017 hingga duel argumen soal kebijakan yang diambil untuk DKI Jakarta, silang pendapat dua rival politik ini seakan tak berujung.

Terbaru, Ahok terang-terangan menolak berpasangan dengan Anies Baswedan jika diusung dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 mandatang.

Dikutip PARBOABOA, dari Youtube Merry Riana, Jumat (15/03/2024), Ahok menyebut dirinya bersebrangan dengan Anies.

“Yang pasti bagi saya, tidak ada cerita Ahok dan Anies (duet),” tegasnya.

Mantan Komisaris Utama Pertamina itu mengakui, sakit hati dengan pidato Anies usai menang di Pilkada DKI 2017 silam. Dalam pidatonya, Anies menyebut Jakarta kembali kepangkuan pribumi.

Ahok sendiri keberatan dengan sikap diskriminasi Anis tersebut. Ahok menegaskan, dirinya adalah asli Indonesia sesuai UU.

“Jangan karena nama saya Ahok? Saya ini asli Indonesia,” kata Ahok.

Menanggapi hal ini, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, hampir mustahil Ahok mau diduetkan dengan Anies.

Lucius meyakini, sekalipun ada elit parpol yang berupaya menduetkan mereka, sulit bagi Ahok untuk menerima tawaran itu.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, Ahok adalah kader PDIP. Sebagai kader, ia mungkin saja akan diminta partai untuk maju ke Pilgub DKI.

Sebagai kader, Ahok mungkin akan menerima tawaran PDIP, tetapi ia juga akan diberikan opsi untuk turut serta menentukan calon wakil gubernurnya.

Menurut Lucius, Posisi PDIP sebagai parpol besar di DKI jelas memungkinkannya untuk menentukan sendiri calon wakil gubernur bagi Ahok. Atau minimal berkomunikasi dengan Ahok untuk mendapatkan figur yang cocok

“Memilih Ahok jelas bukan sedekar urusan kekuasaan semata. PDIP akan ngotot untuk urusan terkait nilai-nilai kebangsaan, ” jelas Lucius kepada PARBOABOA, Selasa (12/03/2024).

Dan Ahok adalah simbol yang akan cocok dengan semangat PDIP mempertahankan nilai kemajemukan.

Sebagai partai besar, PDIP jelas tak rela kadernya menempati posisi calon wakil gubernur. Calon PDIP kalaupun harus berkoalisi dengan parpol lain akan menjadi calon gubernur, bukan wakil gubernur.

“Nah, di sinilah kesulitan ide menduetkan Ahok dan Anies itu,” katanya.

Lucius menjelaskan, jika PDIP dengan kecenderungannya bertahan untuk mendorong Ahok sebagai calon gubernur, maka Anies jelas tak akan mau menjadi calon wakil gubernur.

Apalagi setelah ia sudah ikut pilpres, kata Lucius, jelas sulit membayangkan gengsi sebagai capres begitu saja mau diturunkan serendah-rendahnya ke posisi cagub saja.  

Sementara dari sisi nilai yang ingin diperjuangkan, pun mungkin program, jelas ada perbedaan antara Ahok dan Anies. Apalagi posisi bargaining Anies juga belum sejelas Ahok.

Anies bukan kader partai sehingga posisi tawarnya juga harus pertama-tama dengan parpol yang mau memberikannya tiket.

Ahok yang sejauh ini paling berpeluang untuk mewujudkan mimpi menjadi DKI I ketimbang Anies. Itu karena Ahok berpartai sedangkan Anies tidak.

“Jadi saya kira diagnosa menduetkan Ahok Anies hanya akan menjadi mimpi saja,”

Sekilas Jejak Pertikaian Ahok vs Anies

Lembar perseteruan Anies dengan Ahok mula dibuka sejak kontestasi Pilgub DKI Jakarta pada 2017silam.

Saling sindir kedua figur ini sudah seperti sebuah keharusan. Entah terkait kebijakan yang diambil Ahok, maupun janji politik yang dikampanyekan Anies.

Misalnya, di panggung debat calon Gubernur DKI pada Januari 2017. Menurut Anies, Ahok hanya tegas soal penggusuran sementara reklamasi tidak.

“Tapi untuk urusan prostitusi, Alexis, lemah!" kata Anies di Hotel Bidakara, Jumat (13/1/2016).

Dua tahun Ahok mendekam di penjara Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat tidak serta merta perseteruan ini berakhir.  

Begitu kembali menghirup udara segar, Ahok disambut perihal izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Anies kala itu menyertakan nama Ahok setelah keputusannya menerbitkan IMB di Pulau Pantai Maju atau Pulau D dipertanyakan banyak pihak.

Anies berdalil, pergub yang dibuat Ahok menjadi dasar hukum pengembang atas bangunan yang ada di pulau reklamasi.

Atas dasar itu, Anis berpendapat bahwa penerbitan pergub untuk pulau reklamasi tak lazim. Lazimnya, kata Anies, tata kota ya diatur dalam perda, bukan pergub.

Menanggapi hal itu, Ahok menilai, Anies hanya pandai bersilat lidah. Ahok tidak setuju dengan keputusan Anies yang menerbitkan izin mendirikan bangunan di pulau reklamasi hanya bersandar pada Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dibuat pada eranya.

Ahok mengakui, kalau pergub bisa ia terbitkan IMB reklamasi, pasti sudah lama ia terbitkan IMB.

Aku ini, kata Ahok, pendukung reklamasi untuk dapatkan dana pembangunan DKI yang bisa capai di atas Rp100-an triliun dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi.

“Anies kan anti-reklamasi dan gubernur paling hebat, berani lawan putusan kasasi PTUN soal reklamasi," kata Ahok, Rabu (19/6/2019).

Perseteruan berlanjut. Kali ini perihal sistem e-budgeting yang digagas Ahok.

Menurut Anies, sistem anggaran DKI Jakarta saat ini sudah digital tapi tidak smart, sehingga masih ada masalah penganggaran selama bertahun-tahun.

Ahok tidak tinggal diam. Menurutnya, kalau tidak ada niat korupsi, e-budgeting ini bisa berjalan baik dan sangat efektif membantu pengelolahan keuangan daerah.

"Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," ucap Ahok, Kamis (31/10/2019).

Perseteruan ini, berlanjut pada penanganan banjir di DKI Jakarta yang kerap menjadi bahan untuk membandingkan Anies dengan Ahok.

Menurut Anies, solusi normalisasi sungai di Jakarta tidak tepat. Bantaran sungai yang sudah dinormalisasi pun tetap saja kebanjiran.

Program normalisasi sungai sendiri dimulai saat era Jokowi-Ahok. Kala itu, terdapat 13 sungai yang dicanangkan untuk dinormalisasi.

Menanggapi itu, Ahok menyerahkan sepenuhnya penanganan banjir kepada penerusnya, Anies Baswedan. Anies dianggap lebih pintar dalam mengurusi banjir.

"Kita harus percaya, Pak Anies itu lebih pintar ngatasi banjir," katanya,Selasa (14/1/2020).

Terakhir, perseteruan terkait kebijakan Anies yang membangun kembali Kampung Akuarium.

Anies sendiri telah melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kampung Susun Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.

Ahok pun mempertanyakan keputusan Anies tersebut. Menurut Ahok, ini berpotensi melanggar undang-undang tentang cagar budaya.

Editor : Norben Syukur

Tag : #anies    #ahok    #politik    #pilkada jakarta    #gubernur   

BACA JUGA

BERITA TERBARU