parboaboa

SE Wali Kota soal Etika Penggunaan Klakson, DPRD Pematang Siantar: Sosialisasi Dahulu dan Dishub Jangan Tebang Pilih!

Putra Purba | Daerah | 01-08-2023

Ketua Komisi III DPRD Pematang Siantar, Denny T.H Siahaan memperingatkan Dinas Perhubungan (Dishub) sebagai mitra di Komisi III, agar tidak memberikan celah dan menciptakan kecemburuan antar kalangan masyarakat terkait penerapan SE Wali Kota tentang imbauan Etika Penggunaan Klakson. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Polemik Surat Edaran (SE) Wali Kota Pematang Siantar Nomor 500.11.1/5302/VII/2023 tentang Imbauan Etika Penggunaan Klakson Kendaraan di Wilayah Kota Pematang Siantar yang ditetapkan pada 26 Juli 2023 terus bergulir.

Terbaru, Ketua Komisi III DPRD Kota Pematang Siantar, Denny T.H. Siahaan meminta penerapan dari SE tersebut nantinya tidak disamaratakan ke seluruh kalangan masyarakat.

"Surat edaran tersebut seharusnya terlebih dahulu ditunjukkan kepada setiap ASN (aparatur sipil negara) di masing-masing dinas di Kota Pematang Siantar. Hasil pengujian jika ada keberhasilan, tentunya menjadi hal baik yang bisa diterapkan di masyarakat,”  katanya ketika dihubungi PARBOABOA melalui telepon seluler, Selasa (1/8/2023).

Siahaan meminta Dinas Perhubungan (Dishub) sebagai mitra kerja Komisi III untuk tidak memberikan celah dan menciptakan kecemburuan di kalangan masyarakat Kota Pematang Siantar dengan penerapan SE tersebut nantinya.

"Alangkah elok dilakukan sosialisasi terlebih dahulu, sebab jika ada pembiaran atau tebang pilih dari dinas perhubungan, akan menciptakan kecemburuan antar masyarakat, ada celah kegaduhan di situ," tegasnya.

Politisi PDI Perjuangan ini meminta Pemerintah Kota Pematang Siantar untuk tidak memancing emosi masyarakat saat diterapkan. Apalagi, jika banyak laporan dari masyarakat imbas penerapan surat edaran tersebut.

"Tapi bukan berarti masyarakat akan diam saja kalau di lingkungannya sudah sangat meresahkan dalam penerapan atas suatu kebijakan. Jangan sampai dipancing-pancing masyarakatnya. Karena itu, kita berharap Surat Edaran Wali Kota Pematang Siantar bisa dipertegas dan diperjelas lagi ke depannya," kata Siahaan.

Komisi III DPRD Pematang Siantar, tambah dia, akan segera melakukan rapat dengar pendapat (RDP) jika ada pengaduan masyarakat atas ketidaksesuaian penerapan Dishub terkait surat edaran tersebut.

"Memang kedudukan dari SE di bawah peraturan daerah (perda) maupun peraturan wali kota (perwal). Ini seperti mata rantai jika pada penerapannya tepat, apabila kita sering mendapat laporan dari masyarakat terkait surat edaran tersebut, kita laksanakan RDP secepatnya," imbuh Siahaan.

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik, Abdul Fatah menyoroti Surat Edaran Wali Kota Pematang Siantar Nomor 500.11.1/5302/VII/2023 di kalangan masyarakat.

"Jika disahkan dulu, baru dilakukan sosialisasi itu kurang tepat. Sebab seharusnya ada pengkajian dan hasil penerapan yang menjadikannya sebuah kebijakan. Public policy-nya harus diperbaiki terlebih dahulu," tegasnya.

Ketua Komisi III DPRD Kota Pematang Siantar, Denny T.H. Siahaan meminta penerapan dSE Wali Kota nantinya tidak disamaratakan ke seluruh kalangan masyarakat. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba) 


Ia mengatakan Pemko Pematang Siantar harus mempersiapkan mekanisme yang fasih, prosedur yang tetap, landasan yang pasti serta metode yang terukur menjadi sebuah dasar pijakan kuat yang membuat sebuah aturan tidak hanya dibentuk dalam pemanfaatan kewenangan semata, tapi juga menjadi tolak ukur dalam proses penegakan aturan.

"SE itu seperti kegentingan yang dipaksa harus ditaati di masyarakat (Pematang) Siantar sendiri. Namun, seharusnya peredarannya (SE) tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan daerah apalagi peraturan berhierarki lainnya," jelas Abdul.

Ia menambahkan perumusan kebijakan daerah yang dituangkan dalam bentuk produk  yang bernamakan surat edaran,  seharusnya  jelas memiliki kepatutan hanya kepada pihak yang secara resmi memberikan tanggung jawab terhadap kepala eksekutifnya yang menetapkan kebijakan tersebut.

"Penetapan kebijakan seharusnya tidak semata-mata memperhatikan dorongan politis, namun juga potensi hukum yang berlaku atas kepentingan masyarakat di Kota Pematang Siantar," imbuh Abdul Fatah.

Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar, Julham Situmorang menjelaskan SE tentang Imbauan Etika Penggunaan Klakson Kendaraan di Wilayah Kota Pematang Siantar disesuaikan dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan minimnya ruas jalan di kota itu.

"Dikarenakan kondisi kendaraan bermotor di Kota Pematang Siantar saat ini jumlahnya semakin meningkat, sementara ruas jalan tidak bertambah. Ini menjadi indikatornya saat surat edaran tersebut disahkan oleh wali kota," ujarnya kepada PARBOABOA, Selasa (1/8/2023).

Julham mengaku, sebelum surat edaran diterbitkan, Dinas Perhubungan menerima pengaduan masyarakat atas ketidaknyamanan selama berkendara di beberapa ruas jalan.

“Pengendara di (Pematang) Siantar dominan tempramental saat mengendarai di jalan, jadilah sasaran klakson itu yang membuat ribut. Pas antre di depan lampu merah, belum juga lampu merah sudah diklaksoni dari pengendara lain yang berada di belakang, stres lah. Untuk pengaduan dari masyarakat kita tidak bisa sebutkan, tapi ada 6 titik yang menjadi catatan kami, seperti lampu merah Sambo dan lampu merah jalan Ahmad Yani,” jelasnya.

Julham mengakui dinasnya masih menyiapkan teknis penindakan secara detail, dengan sanksi yang akan diterapkan merujuk pada Pasal 285 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 285 ayat 1 UU 29/2009 berbunyi 'Setiap pengendara sepeda motor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu'.

Sedangkan Pasal 285 ayat 2 berbunyi 'Setiap pengendara mobil yang tidak memenuhi persyaratan teknis seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu'.

Terkait penindakan, Lanjut Julham, Dishub akan menempatkan anggotanya di sejumlah titik yang padat kendaraan. Nantinya petugas akan dilengkapi dengan alat perekam dan pengukur suara klakson.

“Kami akan menempatkan personel di tempat-tempat yang padat dan sibuk kendaraan bersama beberapa dinas terkait, seperti Sat Pol PP dan Kepolisian. Jadi kami buat perekaman yang membuktikan si pengendara salah, tapi teknis penindakannya belum secara mendetail dan denda dari setiap pengendara akan ditampung kemana, masih dalam pembahasan, sembari kita lakukan sosialisasi beberapa bulan ke depan kepada masyarakat," imbuhnya.

Editor : Kurniati

Tag : #se wali kota    #etika penggunaan klakson    #daerah    #dprd    #dishub    #pematang siantar    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU