PARBOABOA, Jakarta - Belakangan ini perkembangan media di Indonesia sangat menggembirakan. Sebagai sebuah industri, pertumbuhannya sangat pesat.
Data Dewan Pers menunjukkan, hingga Januari 2023, tercatat ada 1.711 perusahaan media yang telah terverifikasi. Jumlah tersebut didominasi oleh media digital, yaitu sebanyak 902 perusahaan.
Pertumbuhan media digital yang tinggi ini sebenarnya berbanding lurus dengan penggunaan internet di kalangan masyarakat yang juga tinggi. Di mana masyarakat/pembaca mulai mengonsumsi berita lewat perangkat elektronik karena lebih praktis.
Namun sayangnya, pertumbuhan di bidang industri ini dinilai kurang diikuti oleh aspek kesejahteraan bagi pekerjanya dalam hal ini jurnalis.
Hal itu terekam dari hasil survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta belum lama ini.
Dalam survei yang melibatkan 91 responden dari berbagai kalangan jurnalis, sebanyak 85 persen menyatakan upah yang mereka terima setiap bulan tidak layak, 13 persen menjawab layak dan 2 persen tidak menjawab.
Sementara itu, ketika ditanya apakah ada pemotongan gaji dari perusahaan, sebanyak 87 persen menjawab tidak ada dan 13 persen ada.
Lalu terkait kenaikan gaji dari perusahaan tiap tahun, ada 95 persen responden yang menyatakan tidak ada dan hanya 5 persen yang mengaku mendapat kenaikan gaji.
Adapun upah layak jurnalis di tahun 2024 ini berdasarkan hasil survei sebesar Rp8,334,542. Mayoritas responden menyatakan, upah yang diberikan perusahaan belum menyundul angka tersebut.
Tak hanya itu, hasil sigi upah layak Jurnalis 2024 ini juga merekam jumlah pendapatan responden tiap bulan.
Hasilnya, 1 persen menyatakan mendapat upah per page views, 3 persen mendapat upah Rp1-2 juta per bulan, 4 persen di bawah Rp10 juta, 13 persen Rp2-4 juta dan 79 persen mendapat upah sebesar Rp4-6 juta.
Irsyan Hasyim, Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta menerangkan, survei upah layak menjadi program rutin yang digelar organisasinya.
Kata dia, selain kebebasan pers, AJI juga turut memperjuangkan kesejahteraan jurnalis.
"Survei upah layak ini bagian dari komitmen AJI untuk merawat organisasi dan memperjuangkan upah layak jurnalis," kata Irsyan dalam rilis yang diterima Parboaboa, Senin (24/6/2024).
Irsyan juga menerangkan survei upah layak yang dilakukan pihaknya merupakan bagian dari upaya merekam profesionalisme jurnalis di tengah tantangan rezim. Profesionalisme ini, kata dia, selalu berkelindan dengan kesejahteraan jurnalis.
"Profesionalisme jurnalis dan kesejahteraan mereka dengan tantangan rezim yang tiap kali pemerintahan berbeda," kata Irsyan menambahkan.
Jurnalis Lembur tapi Tak Digaji sesuai Aturan
Survei yang sama merilis, dari 91 responden, 11 persen menyatakan telah bekerja 2-3 tahun, 25 persen telah bekerja 1-2 tahun dan 64 persen menyatakan bekerja di bawah satu tahun.
Lalu ihwal status pekerja di perusahaan mereka, 3 persen mengaku sebagai freelance, 42 persen karyawan tetap dan 50 persen mengaku mengaku sebagai karyawan kontrak.
Kemudian, ditanya jumlah jam kerja per hari, 9 persen responden bekerja di bawah 8 jam, 14 persen bekerja selama 10 jam, 17 persen bekerja 9 jam, 27 persen bekerja 8 jam dan 33 persen mengaku bekerja di atas 10 jam.
Dari semua responden ini ada 92 persen yang mendapat uang lembur ketika bekerja di atas ketentuan, sedangkan 8 persen mengaku tidak mengetahui.
Responden, berdasarkan survei upah layak ini - sebanyak 61 persen yang mengaku lembur di bawah 14 jam selama sepekan, sedangkan 39 persen lembur di atas 14 jam.
Aji Jakarta menyampaikan, ketika disandingkan dengan Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu - sebanyak 54 persen responden mengaku perusahaannya tak menerapkan aturan tersebut.
Sebanyak 32 persen responden mengaku tak mengetahui dan 14 persen menyebut perusahaannya menerapkan regulasi ini.
Dalam aturan lain, termasuk Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 disebutkan apabila lembur dilakukan pada saat hari kerja maka upah yang harus dibayar oleh perusahaan 1,5 kali upah sejam (untuk jam kerja lembur pertama) dan 2 kali upah sejam untuk kerja lembur berikutnya.
AJI menyampaikan sebanyak 58 responden mengaku perusahaan tak menerapkan aturan ini, 40 persen responden mengaku tak mengetahui, dan 2 hanya persen perusahaan menerapkan.
lalu apabila lembur dilakukan pada saat hari libur, upah yang perusahaan bayar adalah 7 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam, jam ke 8 dibayar 3 kali upah sejam, dan ke 9 ke 10 dibayar 4 kali upah sejam.
Menyikapi aturan ini, sebanyak 53 persen responden mengaku perusahaan mereka tak menerapkan aturan ini, 38 persen tak mengetahui, dan 9 persen mengaku perusahaannya mentaati regulasi tersebut.
Sebagai informasi survei yang digelar pada Mei 2024 ini melibatkan kalangan jurnalis dengan masa kerja di kisaran 1-3 tahun.
Responden terdiri dari 63 persen responden laki-laki dan 37 persen perempuan. Keseluruhan responden berasal dari media Televisi 21 persen, Radio 3 persen, Media Cetak 11 persen, dan Media Online sebanyak 65 persen.
Editor: Gregorius Agung