PARBOABOA, Jakarta - Praktik dan kasus judi online di Indonesia telah menelan banyak korban.
Berdasarkan temuan PPATK, sekitar 80 persen judi berbasis aplikasi menargetkan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah, baru-baru ini menyampaikan bahwa kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban termasuk ibu rumah tangga, pekerja lepas, dan pegawai golongan rendah.
Bahkan, total agregat transaksi mereka mencapai lebih dari Rp30 triliun.
Selain itu, temuan tersebut juga menunjukkan indikasi keterkaitan antara judi online dengan aktivitas melawan hukum seperti penipuan dan pinjaman online (pinjol).
Di tengah masyarakat, dampak paling mengerikan dari judi online adalah potensi memicu KDRT yang bahkan bisa berujung pada pembunuhan antara suami dan istri.
Merespons maraknya judi online ini, pemerintah membentuk satgas judi online. Selain itu, terhadap korban juga muncul wacana sekaligus usulan agar bantuan sosial (bansos) diberikan kepada mereka.
Rencana dan usulan ini pertama kali datang dari Menko PMK, Muhadjir Effendy. Bagi Effendy, kelompok ini berhak mendapatkan bansos karena mayoritas merupakan penduduk miskin.
Termasuk, banyak dari mereka, ungkapnya, yang dimiskinkan karena judi online.
Kondisi ini, sambung Effendy, tidak bisa dibiarkan. Pemerintah melalui Kemenko PMK harus mengambil bagian menyelesaikan persoalan tersebut.
Effendy mengatakan pihaknya sejauh ini bahkan telah memberikan pendampingan terhadap korban judi online dan memasukkan mereka ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bansos.
Kementerian Menko PMK mengakui bahwa pihaknya telah banyak memberikan advokasi bagi mereka yang menjadi korban judi online.
Sementara itu, Menteri Sosial, Tri Rismaharini, mengatakan bansos untuk korban judi online bukan sesuatu yang mustahil.
Menurutnya, korban judi online ini bisa mendapatkan bansos asalkan termasuk dalam kelompok kategori miskin.
Lebih lanjut, Risma menegaskan bahwa negara tidak bisa melarang bansos sepanjang yang menerima tergolong rentan. Namun, dia meminta korban judi online ini harus sudah terdata di DKTS.
Jika tidak, yang bersangkutan tidak akan punya hak untuk menerima.
Penolakan dari Bantuan
Berbeda dengan dua Menteri Jokowi di atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menolak dan menyatakan tidak perlu korban judi online mendapatkan bansos.
Airlangga menegaskan, judi online (judol) tidak sama seperti mitra ojek online atau ojol.
Senada dengan itu, Anggota Komisi VIII DPR RI H. Wisnu Wijaya Adiputra menolak usulan Wakil Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring Muhadjir Effendy yang akan memberikan bantuan sosial kepada pelaku judi daring (online).
Alih-alih memberantas, usulan tersebut akan memperparah keadaan dimana para penjudi daring makin kecanduan serta merangsang munculnya pejudi-pejudi baru.
“Mereka tentu akan berpikir, wah enak dong main judi online. Kalau menang dapat uang, kalau kalah dapat bansos,” ,” kata Wisnu dalam rilis yang diterima Parboaboa, Senin (17/6/2024).
Dia menegaskan, mesti pemerintah ingat bahwa para pemain judi online ini adalah pelaku tindak pidana, bukan korban, sehingga tidak harus diberikan bansos
Wisnu mengingatkan bahwa saat ini praktik perjudian daring makin merajalela. Dia membeberkan pada Juli-September 2022, dari 2.236 kasus perjudian yang dibongkar Polri, ternyata 1.125 di antaranya adalah kasus judi daring.
Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan perputaran uang judi daring tahun 2023 mencapai Rp327 triliun.
Diketahui, pada kuartal I Januari-Maret 2024 ini saja sudah menyentuh angka Rp100 triliun.
Angka ini benar-benar fantastis, jelasnya, belum lagi dampak judi online yang sangat meresahkan.
Tidak hanya merusak ekonomi keluarga, sambungnya, tapi juga menimbulkan tindak kriminal turunan seperti pencurian, perampokan, bahkan pembunuhan.
Ia kemudian merujuk pada kasus terbaru di Mojokerto, “di mana ada seorang polisi wanita membakar suaminya yang juga polisi hingga mati akibat sang suami terjerat judi online,” ungkap anggota Komisi VIII yang menjadi mitra Kementerian Sosial dan Kementerian Agama itu.
Oleh karena itu, Wisnu berharap Satgas Judi Daring yang baru saja dibentuk Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 bisa bekerja tegas, cepat, efektif, dan solutif.
“Jangan sampai blunder, seperti usulan bansos untuk penjudi online itu. Satgas harus tegas dalam penegakan hukum sesuai tugasnya sebagaimana Pasal 1 Keppres tersebut, bahwa Satgas dibentuk sebagai upaya percepatan pemberantasan perjudian daring secara terpadu,” papar legislator PKS itu.
Percepatan tersebut, menurut Wisnu, bisa dilakukan dengan membabat habis para pelaku judi daring.
Tidak sekadar para pemain, tapi lebih dari itu adalah para bandar, jaringan bisnis judi daring, serta para oknum yang membekingi bisnis haram mereka.
“Kami berharap, di bawah komando Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto sebagai ketua, Satgas Judi Daring bisa secepatnya memberantas perjudian online di Indonesia hingga ke akar-akarnya,” tutupnya.
Editor: Norben Syukur