PARBOABOA, Pematangsiantar – Konflik antara warga Kampung Baru, Kelurahan Gurilla dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional I terus berlanjut.
Yang amat disayangkan, konflik berkepanjangan ini ternyata memiliki dampak langsung terhadap anak-anak di daerah itu. Hal ini dikonfirmasi oleh beberapa warga saat ditemui Parboaboa.
Sitanggang, warga kampung baru, misalnya bercerita bagaimana 3 orang putrinya yang masih SD merasa ketakutan ketika pegawai PTPN datang atau sekedar lewat.
"Setiap ada yang lewat (pihak PTPN) mereka pasti langsung masuk rumah dan berteriak memanggil kami (orang tua)," kisah Sitanggang kepada Parboaboa, Kamis (6/6/2024).
Tak hanya itu, berbagai intimidasi yang menakut-nakuti warga terus berdatangan.
Bahkan ketika masyarakat sedang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Pematangsiantar, Senin (27/5/2024) lalu, anak-anak yang tinggal di rumah mendapat banyak gangguan.
Sitanggang mengatakan, karena terus diganggu anak-anak lalu dikumpulkan di satu rumah dan didampingi oleh ibu nya masing-masing.
Namun begitu, lemparan batu yang mengenai atap rumah dilakukan secara berulang, tanaman dirusak sembari diteriaki oleh oknum preman yang diduga utusan dari PTPN IV Regional I.
Kata Sitanggang, intimidasi tersebut dilakukan sampai di sekolah. Para guru bahkan sempat membujuk anak-anak agar orang tua mereka menerima tawaran PTPN.
"Guru di sekolah pun pernah bilang ke anakku, bilanglah sama bapak, terima aja tali asih dari PTPN. Untuk kebaikan kalian semua juganya ini. Apalah maksudnya itu?" tanya Sitanggang.
Sitanggang mengaku muak dengan konflik yang tak kunjung menemui titik terang ini. Ia khawatir tumbuh kembang ketiga putrinya terganggu bila terus dihantui ketakutan.
Intimidasi sekaligus ketakutan yang dialami anak-anak dibenarkan oleh Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (FUTASI) Gurilla, Boru Sitinjak (56).
Namun sayangnya kata dia, tak ada kepekaan aparat untuk menangani sekaligus mengamankan para warga dan anak-anak.
“Kami udah teriak-teriak, menunjukkan video pas anak-anak diserang mereka, tapi ga ada tanggapan dari polisi di tempat waktu itu,” ucap Boru Tinjak, Kamis (6/6/2024).
Kestina Pardede (55) warga lain yang ditemui Parboaboa di Pos Futasi mengisahkan hal serupa. Ia juga khawatir rusaknya mental anak-anak kalau terus diteror.
“Udah ga bebas bermain lagi. Paling kalau ramai gini baru enak main-mainnya,” ungkap Kestina.
Ketua Komisi II DPRD Kota Pematangsiantar, Rini Silalahi menyayangkan konflik tak pernah usai. Dalam kondisi demikian kata dia, anak-anak dan perempuan tidak boleh mengalami intimidasi, karenanya harus tetap dilindungi.
“Yang utama sebenarnya, kita harus menghindari konflik. Jangan mau terprovokasi. Tapi, kalau ada konflik atau mau turun aksi sebaiknya anak harus tetap dijaga," kata Rini kepada Parboaboa, Kamis (6/6/2024).
Rini hadir di tengah-tengah masyarakat Kampung Baru, bersama Wakil Ketua DPRD, Mangatas Silalahi dan beberapa orang lainnya.
Mereka hadir untuk bersama-sama mencari jalan keluar mengakhiri konflik warga dengan pihak PTPN, terutama pasca insiden pelemparan dan pemukulan yang dilakukan oleh oknum PTPN terhadap 2 warga Kampung Baru, Rabu (5/6/2024).
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD, Mangatas Silalahi berjanji akan menjadi penghubung antara warga dengan Polres Pematangsiantar agar segera mengusut insiden pemukulan warga sekaligus menindaklanjuti laporan mereka yang lain.
Konflik Warga Kampung Baru dengan PTPN bermula Ketika pada tahun 2004 Hak Guna Usaha (HGU) PTPN III yang berlokasi di Kampung Baru berakhir.
Dengan berakhirnya HGU ini FUTASI lalu mengambil alih lalu mengubahnya menjadi areal pertanian produktif dengan konsep gotong royong selama 18 tahun.
Namun tahun 2022, PTPN III melakukan okupasi secara brutal terhadap tanaman dan rumah warga. Sejak itulah banyak petani kehilangan pekerjaan, dan hingga saat ini terus berkonflik.
Sebenarnya pemerintah melalui Kantor Staf Presiden sudah turun tangan dengan melarang PTPN tidak lagi mengganggu aktivitas petani di area tersebut.
Sementara Komnas HAM telah secara tegas menyatakan PTPN melakukan pelanggaran HAM karena melakukan Tindakan sewenang-wenang terhadap warga.
Sayangnya teguran dua Lembaga Tinggi Negara ini tidak dihiraukan oleh PTPN. FUTASI bahkan mencium aparat kepolisian setempat bersekongkol dengan PTPN karena membiarkan kekerasan terjadi.
Editor: Gregorius Agung