PARBOABOA, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah melantik jajaran menteri, wakil menteri, dan berbagai pejabat pembantu, termasuk utusan serta penasihat khusus.
Total, Kabinet Merah Putih ini terdiri dari 103 menteri dan wakil menteri, dengan mayoritas berasal dari partai politik.
Dari ratusan nama tersebut, hanya ada 14 perempuan, 5 orang sebagai menteri dan 9 orang sebagai wakil menteri (Wamen).
Pakar Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai, komposisi ini memperlihatkan masih minimnya keterwakilan perempuan di Kabinet Prabowo-Gibran.
"Sangat minim bahkan tidak mencapai 20 persen," kata Titi belum lama ini, sembari menegaskan jumlah tersebut jauh "dari harapan keterwakilan perempuan 30 persen."
Dia menyayangkan hal ini karena idealnya, jumlah keterwakilan perempuan harusnya semakin menguat dari pemerintahan sebelumnya ke pemerintahan berikutnya.
Sebagai perbandingan, pada era pemerintahan Jokowi-Maruf jumlah menteri perempuan sebanyak 9 orang, jauh lebih banyak dari saat ini.
Titi, yang juga Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), berharap situasi ini tidak menandakan bahwa keterwakilan perempuan dianggap kurang penting di pemerintahan baru.
Ia menilai, berkurangnya perempuan di posisi strategis bisa memberikan kesan keliru dalam pendidikan politik, seakan-akan tata kelola pemerintahan tanpa peran perempuan di jabatan penting adalah hal biasa.
Lantas, ia meminta pemerintahan baru, "harus menjelaskan mengapa pemilihan menteri sangat minim dalam menyodorkan keterwakilan perempuan."
Titi juga menyinggung bahwa selama masa kampanye, Prabowo-Gibran sempat berkomitmen untuk melindungi kepentingan perempuan dan mendorong kesetaraan gender jika terpilih pada Pilpres 2024.
Prabowo menegaskan pentingnya peran perempuan dalam politik dan menjanjikan peningkatan keterlibatan mereka di pemerintahan saat ia memimpin.
Kata Titi, hal ini sempat menambah ekspektasi publik terhadap komitmen pasangan tersebut dalam mewujudkan kesetaraan di kabinet dan pemerintahan ke depan, namun sayangnya, hal itu tidak terealisasi.
Betta Anugrah, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), juga menilai Prabowo Subianto tidak menepati janji kampanyenya.
Menurut dia, dengan jumlah menteri yang begitu banyak, seharusnya keterlibatan perempuan dapat ditingkatkan.
Apalagi, perempuan memegang peran strategis dalam proses kebijakan, terutama di sektor-sektor krusial pembangunan berkelanjutan, mengingat hampir separuh populasi Indonesia adalah perempuan.
Kurangnya pejabat perempuan di posisi menteri, kata dia, dikhawatirkan akan membuat kebijakan yang dihasilkan kurang responsif terhadap isu kesetaraan gender.
Sementara itu, Program Officer Inequality, Partnership, and Membership INFID Andi Faizah menyampaikan, minimnya keterwakilan perempuan dalam Kabinet Merah Putih semakin menguatkan anggapan bahwa dunia politik masih didominasi oleh laki-laki dengan budaya maskulin.
Padahal, perempuan perlu diberikan ruang di posisi strategis pemerintahan karena kehadiran mereka sangat penting.
Perempuan, sebutnya memiliki peran vital dalam mendorong terciptanya kebijakan yang inklusif dan adil, dengan mempertimbangkan pengalaman nyata yang mereka alami serta kebutuhan kelompok rentan lainnya.
Meningkatkan keterwakilan perempuan, tambahnya, merupakan wujud komitmen terhadap peran perempuan yang krusial, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto mengisi Kabinet Merah Putih dengan banyak kader dari partai koalisinya.
Gerindra menempatkan 15 kader, Golkar 11, Demokrat 5, PAN dan PSI masing-masing 4, serta PKB 3. Partai Gelora menyumbang 2 kader, sementara PKS, PBB, dan Partai Prima masing-masing 1 kader. PKP juga menempatkan 1 kader dalam kabinet ini.
Total menteri dan wamen dari partai politik sebanyak 47 orang, dari kalangan profesional 26 orang, birokrat/PNS 7 orang, akademisi 7 orang, ormas keagamaan 7 orang, Purnawirawan Polri 5 orang dan Purnawirawan TNI 4 orang.
Tak hanya itu, sejak era Presiden B.J. Habibie jumlah kabinet terbanyak ada di era Prabowo-Gibran saat ini.
B.J. Habibie membentuk 37 kabinet selama masa jabatannya, diikuti Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan 36 kabinet, dan Megawati Soekarnoputri dengan 33 kabinet.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo masing-masing memiliki 34 kabinet. Sementara itu, Prabowo Subianto mencatat jumlah terbanyak dengan 48 kabinet.