parboaboa

Menakar Upaya Mengentaskan Kawasan Kumuh di Kelurahan Bane Pematang Siantar

Putra Purba | Daerah | 17-04-2023

Salah satu rumah warga kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara, Pematang Siantar yang dipenuhi sampah dari hasil memulung. (Foto: Parboaboa/Putra)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Tarukim) memasukkan Kelurahan Bane di Kecamatan Siantar Utara sebagai kawasan paling kumuh di Kota Pematang Siantar di 2023.  

Kondisi tersebut juga diakui masyarakat di Kelurahan Bane.

Lantas, apa saja faktor yang membuat Kelurahan Bane ditetapkan menjadi kawasan paling kumuh di Kota Pematang Siantar?

Berdasarkan penelusuran Tim Parboaboa ada tiga jalan di Kelurahan Bane yang menunjukkan kondisi kumuh, yakni di Jalan Kain Suji, Nanggar Suasah, dan Plekat.

Di tiga jalan tersebut, beberapa rumah warga masih terlihat berdinding topa-topa (anyaman bambu) dan seng. Meski demikian, tidak ada rumah warga yang berlantai tanah. Sebagian bahkan sudah berdinding tembok, berlantai semen dan keramik.

Selain itu, bau tak sedap dari pembuangan kotoran ternak babi yang dibuang ke aliran sungai masih tercium. Belum lagi sampah dari pemulung yang berserakan di sekitar lingkungan yang membuat Kelurahan Bane semakin kumuh. Tidak hanya itu, masih banyaknya warga yang belum memiliki sanitasi yang baik dan air bersih membuat kawasan tersebut semakin kumuh.

Kumuhnya Kelurahan Bane juga dibenarkan warga jalan Nanggar Suasah, Aritonang (46) yang menyebut air bersih masih berasal dari sumur bor, bukan PDAM.

"Soalnya pembuangan air jamban dari kamar mandi masih kami buang ke bondar (sungai) di belakang," katanya kepada Parboaboa, Senin (17/4/2023)

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai pemulung ini mengaku, jangankan sanitasi yang baik, memperbaiki fisik rumah sendiri pun ia tidak mampu karena rendahnya penghasilan yang ia dapatkan sehari-harinya.

Aritonang mengaku, untuk membutuhi kebutuhan pribadi saja, ia harus menghemat dari penghasilan dari penjualan barang-barang bekas yang dikumpulkannya setiap hari.

"Yah, kalau tidak dari jualan botot (barang bekas, red) ini, kami makan apa, enggak sampai terpikir untuk membuat sepiteng (tangki septik individual) kamar mandi di dalam rumah, syukur-syukur masih bisa makan," jelas dia.

Warga Bane lainnya, Silalahi (63) mengatakan kediamannya juga tidak memiliki pembuangan drainase sebagai tadah hujan dan pembuangan serta pengolahan sampah dari pemerintah. Ia bahkan terpaksa membuang sampah ke sungai untuk mengantisipasi tumpukan sampah setiap hari di dalam rumahnya.

"Soalnya tidak ada yang mengutipkannya dari pemerintah, apalagi tong sampah tidak disediakan, jadi mau dibuang kemana lagi kalau tidak di bondar (sungai) belakang rumah itu," ucapnya.

Silalahi berharap pemerintah memberi bantuan tong sampah secara massal dan bedah rumah.

"Ya, kalau memang sudah jadi kawasan kumuh, pasti ada bantuan, setidaknya di bantu untuk memperbaiki rumah warga, terutama perbaikan drainase dan pengelolaan sampah setiap warga, kurang maksimal aja, takut meluap juga kan," tuturnya.

Sementara pengurus rukun tetangga di RT 04/RW 08 Lingkungan II Jalan Nanggar Suasah, L. Marbun (56) mengatakan ada 25 dari 150 KK di kawasannya yang masuk dalam kawasan kumuh. Sebagian besar warga berprofesi sebagai peternak babi, pemulung dan penenun ulos.

Marbun menjelaskan, kondisi jalan masih jalan tanah, drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan dan kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.

"Belum lagi sanitasi perumahan yang masih berbentuk jamban dan tidak memenuhi persyaratan teknis, serta air bersih berasal dari sumur bor," katanya.

Pengurus RT setempat mengklaim telah mencari solusi atas permasalahan tersebut. Mulai menegur dan menyosialisasikan warga untuk bisa mengelola sampah dan menata permukiman di sekitar rumahnya masing-masing. Misalnya melakukan gotong royong setiap hari Jumat.

"Karena kita sudah pernah ajukan permohonan rutilahu (rehab rumah tidak layak huni) dan perbaikan jalan, namun yang masih dilaksanakan itu perbaikan jalan di tahun 2021, itu pun belum kita punya status kawasan kumuh, baru tahun ini di data orang pemko," jelas Marbun.

Ia berharap status kawasan kumuh di Kelurahan Bane harus bisa dientaskan.

"Permasalahan kayak gini jadi warisan. Penyelesaiannya enggak mungkin lagi dilakukan sama kami, karena ini mah ranahnya pemko (pemerintah kota), yang bisa saja mengacu perbaikan ke pemerintah provinsi, setidaknya tahun depan kita perbaiki tahap demi bertahap," pungkasnya.

Editor : Kurnia Ismain

Tag : #Kawasan Kumuh    #Pematang Siantar    #Daerah    #Kelurahan Bane    #Berita Sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU