PARBOABOA, Simalungun - Brom…brom…brom…setengah menjerit raungan gas memanaskan mesin becak motor roda tiga. Saat matahari sepenggalah di ufuk timur, ayah beranak tiga itu tancap gas membelah jalanan seputaran Desa Lestari Indah.
Ramadan Sibarani, 48 tahun, bersama becak motor beroda tiga lengkap gerobak sampah ligat menyusuri Jalan Cengkeh, Nangka, Durian, dan Mangga, saban Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 07.30-16.30 WIB.
Selasa, Kamis dan Sabtu, dia menyambangi Jalan Casiavera, Enau, dan Kemiri mengangkut sampah lingkungan di sana.
Parsampah sebutan orang-orang menyebut pekerjaan tukang angkut sampah. Kadangkala, gunjingan atau umpatan bekerja sebagai parsampah sering mendarat kepada Ramadan.
Sialnya, gunjingan bukan saja berasal dari keluarganya. Juga oleh teman dan masyarakat.
“Mereka mengejek saat melihat aku bawa sampah atau bawa botot. Namun aku bilang kepada mereka terserah,” ujarnya tersenyum seraya tertawa, kepada PARBOABOA di rumahnya, Rabu (3/1/2024).
“Yang penting aku tidak minta makan sama kau dan aku berdiri di atas kakiku sendiri,” tambahnya lagi.
Belum lagi, teman-teman sesama alumni SMAnya turut merendahkan pekerjaan tukang angkut sampah.
Dia suka beramsal kepada mereka bahwa tukang angkut sampah sama seperti guru. Gurukan pahlawan tanpa tanda jasa, seperti tukang angkut sampah.
“Kalau tidak ada tukang sampah bagaimana bisa bersih pekarangannya dan lingkungan masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Akan tetapi, ketika ada orang melontarkan ucapan kepadanya: Kau parsampah, apalah untungnya samamu? Kau itu bodoh kali. Ramadan Sibarani bakal diam tertegun.
“Pada saat kalimat itu keluar. Aku diam dan ya sudah dijalani saja,” ujarnya seketika berwajah murung.
Seiring waktu berjalan, rasa minder bekerja tukang angkut sampah akhirnya sirna. Ramadan meyakini Tuhan tidak suka pada orang mengeluh.
Apalagi lebih baik bersyukur dibandingkan berkeluh kesah.
“Ngapain aku minder, ngapain aku malu. Lebih bagus aku kerja capek daripada tidak kerja sama sekali tidak ada hasil,” ujarnya sembari senyum.
Selain soal gunjingan bekerja sebagai parsampah. Drama menerima gaji atau upah tidak tepat waktu juga dialami Ramadan Sibarani.
Meski menerima upah Rp1,8 juta saban bulan. Uniknya, tidak ada tanggal pasti tukang angkut sampah Desa Lestari Indah itu menerima gaji.
“Jujur saja, sejak pangulu (kepala desa) sekarang. Kita enggak tahu kapan kita akan gajian. Kita minta tanggal 10. Namun beliau (pangulu) mengatakan belum ada yang ngutip. Juga terkadang dicicil gaji. Cicilan pertama dan cicilan kedua,” ujarnya sebal.
Rupanya, gaji tukang sampah bergantung masyarakat telat atau tidaknya membayar iuran sampah.
Direktur BUMNag Desa Lestari Indah, Merry Saragih, menyatakan gaji tukang angkut sampah dan biaya perawatan motor pengangkut diambil sepenuhnya dari biaya kutipan sampah Rp10 ribu per kepala keluarga.
“Uang total pengutipan sampah ini digunakan untuk membayar gaji tukang angkut sampah, biaya maintenance motor pengangkut sampah, bensin, petugas pengutip, dan juga biaya untuk di TPA,” jelasnya kepada PARBOABOA, Kamis (4/1/2024).
Merry Saragih memastikan gaji tukang angkut sampah di Desa Lestari Indah memang Rp1,8 juta. Kadang pekerja juga boleh kasbon buat biaya kehidupan.
“Ya pernah, dan itu untuk kebutuhan kehidupan untuk keperluan anak,” ungkapnya.
Ketika gaji telat, Ramadan Sibarani menuturkan kiat mengatasinya harus menjual botot atau barang bekas. Hasil mengangkut sampah botot di seputaran Jalan Desa Lestari Indah Simalungun.
“Jadi dalam pengangkutan sampah terkadang ada sampah, yang bisa didaur ulang dan dapat dijual menjadi botot,” tutur bukan perokok itu.
Pupus Harapan Jadi Honorer
Ingatan Ramadan Sibarani kembali bergelayut ketika mengingat ajakan Selly Sirait. Sosok membawanya bekerja tukang angkut sampah di Dinas Lingkungan Hidup Simalungun ketika itu.
“Sudahlah dek, kau ikut gabung kerja di sini,” ujarnya menirukan ajakan Selly Sirait.
Menurutnya, Selly Sirait antara pegawai kepala bagian atau kepala seksi di kantor Pangulu Lestari Indah, bagian Dinas Kebersihan Kabupaten Simalungun.
Saat itu, Ramadan mendengar kabar peluang menjadi honorer di Dinas Lingkungan Hidup Simalungun.
“Dengar-dengar dahulu ada cerita, bahwa bekerja sebagai pengangkut trus sampah di kedinasan kabupaten simalungun dapat diangkat menjadi honorer. Namun, nyatanya tidak ada,” ungkapnya.
Ramadan bekerja sebagai parsampah di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Simalungun sejak 2005, lalu dia berhenti pada 2013.
Pupus harapan menjadi honorer tukang angkut sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Simalungun. Padahal, dia sudah kurun delapan tahun bekerja di sana.
Sedari 2013-2015, Ramadan Sibarani menggeluti pekerjaan instalasi parabola, parbotot, dan instalasi listrik. Sampai akhirnya, dia kembali bekerja parsampah di Desa Lestari Indah sejak 2016.
Tepat di belakang kantor Pangulu atau Kepala Desa Lestari Indah. Ada dua gedung, sebelah kiri gudang farmasi dan sebelah kanan gedung kosong.
Gedung kosong tersebut menjadi tempat tinggal Ramadan sekeluarga.
Lokasi beralamat Jalan listrik Simpang Tubangarna. Kompleks Farmasi, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.
Dia sekeluarga tinggal di sana berkat keputusan era Pangulu Mahidin Girsang dan bidan puskesmas baru di sana, sekaligus biar menjaga gudang farmasi.
“Kalau di sini dapat fasilitas rumah, air, dan lampu. Untuk tagihan air dan lampu itu bayar per bulan, kemudian biaya sewa rumah tidak dikutip,” ungkap Ramadan Sibarani.
“Paling dipotong air dan listrik. Jadi enggak full-lah gaji diterima,” tambahnya lagi.
Plakat Keluarga Miskin
Ayah tiga anak ini memiliki sepasang anak perempuan duduk di bangku kelas dua SMA dan tiga SMP. Anak sulungnya, lelaki lulusan SMA sedang mencari kerja di Medan.
Rumah mungil beratap hijau di belakang kantor Kepala Desa Lestari Indah. Tempat tinggal Ramadan Sibarani bersama keluarga kecilnya.
Dinding putih kusam rumahnya menempel stiker plakat keluarga miskin. Meski mendapat plakat keluarga miskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT) sejenisnya tidak menyasar keluarganya.
“Aku tidak dapat dan tidak dikasih. Ini hanya plakat sajanya ini keluarga miskin. Tapi enggak ada dapat itu. Aku sudah mencoba meminta tiga kali kepada kepala desa. Tapi, tidak digubris ya sudah,” ungkap Ramadan sempat bercita-cita ikuti jejak ayahnya menjadi tentara.
“Aku juga sudah coba minta langsung ke kepala desa. Jawabnya nanti dan nanti. Ya sudah kalau begitu,” tambahnya lagi.
Belum lagi soal janji sekeluarganya mendapat BPJS, oleh pangulu sebelumnya hingga pangulu sekarang ini. Cuma sekadar angin surga alias harapan palsu.
“Kalau BPJS pernah dijanjikan, tapi sekarang hanya angan-angan belaka,” ungkapnya mengaku sudah bercerai dengan istri pertamanya.
Dia tak menampik kebaikan era Pangulu Mahidin Girsang kepada keluarganya bila sedang sakit.
Sayangnya era Pangulu Rudianto Damanik tidak ada sikap, seperti era Pangulu Mahidin Girsang. Boleh “menjual” nama pangulu biar berobat gratis di bidan desa.
Bila dia atau anak-anaknya sakit harus membayar biaya berobat sendiri. Apalagi memang tidak memiliki BPJS dan KIS.
“Pangulu yang dulu dia pernah bilang, bilang namaku ke bidan desa kalau sakit ya. Seperti itulah,” ujarnya.
Syukurnya, bidan desa pengertian tidak mau menerima uang saat berobat di puskemas.
“Setiap ada jumpa dia (bidan desa) selalu bilang aku enggak minta uangmu. Aku mau kau sehat ajalah kau. Aku pun sudah di anggap seperti adeknya sendiri,” ungkapnya sembari tertawa.
Di sela-sela tawanya, Ramadan Sibarani berharap parsampah mendapat perhatian pemerintah.
“Kalau bisa orang seperti saya ini diperhatikan, dalam segi pekerjaan dan segi ekonomi seperti BLT (keluarga miskin),” jelasnya.
Apalagi jika becak motor sedang rusak. Becak motor membutuhkan waktu perbaikan tiga sampai empat hari.
Jadi rintangan parsampah bekerja, saat menyusuri jalanan seputaran Desa Lestari Indah Simalungun.
“Memang biaya perawatan ditanggung dari biaya pengutipan sampah. Ya meminta naik gajilah dan becak ini dibenahi. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah lebih bagus lagi,” ungkapnya berharap.
Penyebab Bantuan Akses Kesehatan Sampai Sosial Tersendat
Pekerja tukang angkut sampah atau parsampah di Desa Lestari Indah mendapat fasilitas gerobak sampah, biaya perawatan motor pengangkut sampah, dan gaji.
Sayangnya, mereka tidak menerima bantuan akses kesehatan, sebab iuran sampah terkadang tidak sesuai harapan.
“Seandainya masyarakat patuh dan iuran sampah full. Bisa jadi kita memberi bantuan akses kesehatan kepada beliau (Ramadan Sibarani),” ungkap Direktur BUMNag Desa Lestari Indah, Merry Saragih, kepada PARBOABOA, Kamis (4/1/2024).
Dia meneruskan, sebenarnya ada keinginan memberikan akses kesehatan. Namun, biaya pengutipan iuran sampah di masyarakat terkadang tersendat.
“Dan masih ada beberapa masyarakat belum membayarkan secara penuh,” jelasnya.
Menyoal tempelan stiker plakat keluarga miskin di rumah Ramadan Sibarani, Sekretaris Desa Lestari Indah, Romudus Haloho, tak memungkiri hal tersebut.
Parsampah di Desa Lestari Indah itu sudah menerima BLT sampai 2022 saja, sedangkan pada 2023 tidak lagi mendapat BLT.
Romudus Haloho menjelaskan, bahwa keluarga Ramadan sudah terdaftar sebagai penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ataupun Bantuan Sosial Tunai dari Dinas Sosial Kabupaten Simalungun.
Namun, gara-gara BPNT atas nama istrinya Ramadan Sibarani. Keduanya juga sudah berpisah. Maka, Ramadan tidak menerima bantuan BPNT tersebut.
“Kepala Desa sudah mencoba melakukan koordinasi dengan beliau agar dapat diurus. Namun, karena proses pengurusan surat dan lain-lain. Beliau merasa itu cukup ribet dan menolak,” ungkapnya kepada PARBOABOA, Kamis (4/1/2024).
Editor: Ferry Sabsidi