Aliansi Masyarakat Adat Gelar Aksi Tuntut Pembebasan Sorbatua Siallagan

Massa aksi berkumpul di depan PN Simalungun menuntut pembebasan Sorbatua Siallagan. (Foto: PARBOABOA/David Rumahorbo)

PARBOABOA, Simalungun - Aliansi Gerak Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) kembali menggelar aksi mengawal persidangan Sorbatua Siallagan pada Senin (29/07/24). 

Aksi tersebut dimulai dari depan Kejaksaan Negeri Simalungun menuju Pengadilan Negeri (PN) setempat.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL berasal dari berbagai organisasi, seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN Tano Batak), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Gerakan Mahasiswa Siantar/Simalungun dan Komunitas Reog Jaranan Pemuda Sumatera Utara. 

Dalam aspirasinya, kelompok ini menuntut kebebasan Sorbatua Siallagan, tokoh masyarakat adat yang saat ini sedang ditahan karena diduga merusak, menebang dan membakar hutan konsesi.

Massa aksi menilai penangkapan terhadap Sorbatua merupakan bentuk diskriminasi terhadap masyarakat adat setempat. Lebih jauh, Ketua Umum Komunitas Reog Jaranan Pemuda Sumut, Muh. Dimas Pramana menyebutnya sebagai bentuk kezaliman.    

Karena itu, Dimas menyatakan dukungannya terhadap masyarakat adat di tanah Batak dan menegaskan bahwa komunitasnya akan terus mendukung perjuangan mereka.

"Kami dari masyarakat Jawa akan bergabung melawan kezaliman yang terjadi di Simalungun,” ujarnya dalam orasi.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa bentuk diskriminasi terhadap masyarakat adat merupakan penjajahan di negeri sendiri.

Ia menyayangkan hal ini sekaligus menegaskan," di usia Republik Indonesia yang menuju 79 Tahun, masih ada masyarakat yang dijajah di tanah sendiri."

Dalam aksi, massa yang jumlahnya sekitar 100 orang menuntut agar Bupati Simalungun mengeluarkan SK atau Perda untuk mengakui keberadaan masyarakat adat.

Masyarakat adat, kata mereka, harus kuat dan diberi legitimasi bukan justru dilemahkan.

Itulah sebabnya Ketua adat Lamtoras Sihaporas, Mangitua Ambarita menyuarakan kegelisahannya atas penangkapan masyarakat adat di Sihaporas. 

Dalam orasinya, ia menyampaikan bahwa diskriminasi terhadap masyarakat kecil masih sering terjadi.

"Ketika masyarakat adat mengadu, tidak di proses. Tapi kenapa malah TPL mengadu ada menduduki lahan, malah di proses," kesalnya.

Ia menambahkan, negara selama ini hanya tahu menangkap rakyat kecil tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah antara masyarakat adat dan Perusahaan TPL.

"Akar masalah tidak dicari," tegasnya.

Sementara itu, Pimpinan aksi, Hengky manalu Kembali menuntut agar Sorbatua Siallagan segera dibebaskan dari segala tuduhan yang tidak berdasar.

"Bebaskan Sorbatua Siallagan, Tutup TPL, agar tidak terjadi diskriminasi lain terhadap masyarakat adat," pungkasnya.

Kasi Tindak Pidana Umum Kejari Simalungun, Yoyok Adi Saputra, hadir menemui massa aksi. Sebagai JPU dalam kasus Sorbatua Siallagan, ia menyampaikan bahwa keputusan kasus tersebut berada di tangan Pengadilan Negeri Simalungun.

"Semua prosedur berjalan dengan koridor hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti yang diatur dalam KUHP. Hari ini sudah diputuskan akan diadakan pembacaan tuntutan kepada bapak Sorbatua Siallagan," ungkap Yoyok ditengah massa aksi.

Setelahnya, massa aksi berkumpul di depan PN Simalungun untuk mengawasi hasil persidangan Sorbatua Siallagan.

Orasi di depan PN diiringi tarian, nyanyian dan tabur bunga.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS