PARBOABOA, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Putusan ini ditetapkan dalam sidang yang digelar pada Kamis, 15 Juni 2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat dengan dihadiri oleh 8 dari 9 hakim konstitusi.
MK memutuskan menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Penolakan ini terkait dengan permohonan perubahan dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup pada pemilu mendatang.
Dalam persidangan, Ketua MK, Anwar Usman mengatakan bahwa pokok permohonan dari pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.
“Mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucapnya.
Pertimbangan Penolakan Permohonan
Menurut MK, dua sistem pemilu itu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kemudian, dalam pertimbangannya juga MK mempertimbangankan sejumlah dalil dari pemohon.
1. Pemilu dengan sistem proporsional terbuka telah membahayakan NKRI dan merusak ideologi.
Tanggapan MK, apa pun pilihan sistem dalam pemilu, seluruh partai politik (parpol) diharuskan untuk memiliki ideologi yang sejalan dengan pancasila dan UUD 1945.
2. Pemilu dengan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran parpol.
Tanggapan MK, dalil pemohon berlebihan karena sejauh ini parpol memiliki peran sentral dengan otoritas penuh atas pencalonan dari caleg.
MK mengatakan jika peran parpol sama sekali tidak berkurang apalagi hingga menyebabkan hilangnya daulat parpol dalam demokrasi.
3. Pemilu sistem proporsional terbuka telah memunculkan calon anggota DPR/DPRD yang pragmatis serta tidak mewakili parpol.
Selain itu, hal tersebut juga merusak konsolidasi dari sebuah partai politik.
Tanggapan MK, parpol tetap memiliki peran sentral untuk menentukan maupun memilih calon anggota DPR/DPRD yang dianggap dapat mewakili ideologi, rencana hingga kepentingan dari program kerja partai itu sendiri.
4. Pemilu sistem proporsional terbuka dapat memperluas praktik money politics serta tindak pidana korupsi.
Tanggapan MK, pilihan sistem terbuka maupun tertutup tetap memiliki potensi terjadinya money politic dan korupsi.
5. Pemilu sistem proporsional terbuka telah memperkecil peluang keterwakilan perempuan.
Tanggapan MK, dalil dari pemohon ini tidak sesuai. Sebab, fakta yang ada menunjukan bahwa kuota keterwakilan perempuan dalam pemilu sebanyak 30%.
Ada sejumlah dalil lainnya yang turut dipertimbangkan oleh MK sebagai dasar dari penolakan permohonan,
Editor: Maesa