parboaboa

Perbedaan Delik Biasa dan Delik Aduan dalam Hukum Pidana Beserta Contoh-contohnya

Rian | Hukum | 09-01-2024

Perbedaan delik aduan dan delik biasa dalam hukum pidana. (Foto: Dokumen PARBOABOA)

PARBOABOA, Jakarta - Istilah delik biasa dan delik aduan dalam hukum pidana masih membingungkan bagi sebagian orang, terutama mereka yang awam hukum.

Kebingungan tersebut masih berkutat seputar pertanyaan mendasarnya, yakni kapan sebuah peristiwa pidana disebut sebagai delik biasa dan kapan disebut sebagai delik aduan.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita mengacu pada penjelasan ahli hukum dan ketentuan Undang-Undang (UU) yang berlaku.

P.A.F Lamintang, dalam bukunya 'Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia' memberi penjelasan yang cukup memadai soal perbedaan delik biasa dan delik aduan.

Delik biasa menurut Lamintang, merupakan segala bentuk peristiwa pidana yang dapat dituntut tanpa perlu adanya pengaduan. Sementara, delik aduan adalah segala peristiwa pidana yang hanya bisa dituntut dengan syarat adanya pengaduan dari subjek hukum yang merasa dirugikan.

E. Utrecht dalam Hukum Pidana II menerangkan, penuntutan pada delik aduan tergantung pada persetujuan korban yang dirugikan oleh sebuah peristiwa pidana. Sebaliknya, pada delik biasa, pengaduan tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan korban.  

Berdasarkan dua penjelasan di atas, dapat disimpulkan, delik aduan adalah peristiwa pidana yang bisa diproses secara hukum apabila korban mengadukan secara langsung kasus yang menimpanya kepada aparat penegak hukum atau diwakilkan kepada orang lain.

Pada delik biasa, diprosesnya sebuah peristiwa pidana sangat tergantung sepenuhnya pada kepekaan negara melalui aparat untuk memproses peristiwa hukum tanpa menunggu pengaduan.

Kata negara sengaja diselipkan pada delik biasa, karena sesungguhnya ia berkaitan dengan kepentingan umum. Artinya, peristiwa pidana sebagai delik biasa, selain merugikan korban juga mengganggu ketertiban atau kemaslahatan umum. 

Adapun contoh delik aduan adalah kasus perzinahan. Kenapa perzinahan termasuk delik aduan karena pengaduan hanya bisa dilakukan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan, baik istri maupun suami.

Contoh lain adalah pencemaran nama baik, pencurian uang orang tua oleh anggota keluarga dan menghilangkan barang milik orang lain. 'Mencuri uang orang tua oleh anggota keluarga' dikategorikan sebagai delik aduan sesuai dengan ketentuan Pasal 367 ayat (2) KUHP.

Pasal ini berbunyi, 'Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

Namun perlu diingat, untuk delik aduan sendiri, sesuai dengan pasal 74 KUHP, pengaduan hanya bisa dilakukan dalam tenggat waktu 6 bulan semenjak diketahui adanya peristiwa pidana.

Sementara, untuk yang berdomisili di luar Indonesia, batas waktunya 9 bulan semenjak diketahui ada peristiwa pidana. 

Adapun contoh delik biasa adalah delik pembunuhan, pencurian, penggelapan, penipuan, dan lain-lain. Artinya, kasus-kasus ini tidak harus menunggu pengaduan dari yang dirugikan, aparat bisa bertindak apabila mendapatkan informasi mengenai adanya tindak pidana.

Editor : Rian

Tag : #istilah hukum    #delik biasa    #hukum    #delik aduan    #delik biasa dan delik aduan   

BACA JUGA

BERITA TERBARU