parboaboa

Pola Asuh ABK Disebut Sangat Dipengaruhi Kematangan Pengetahuan Orang Tua 

Norben Syukur | Pendidikan | 27-04-2024

Pementasan Tarian oleh Anak Berkebutuhan Khusus di Jakarta (Foto: Parboaboa/Norben Syukur)

PARBOABOA, Jakarta - Pasangan suami istri pasti merindukan seorang anak hadir melengkapi keluarga tersebut. Setiap keluarga selalu menyambut kehadiran seorang anak dengan penuh kebahagiaan. Anak adalah anugerah terbesar dari semua yang dimiliki oleh sebuah keluarga.

Namun, cerita akan berbeda jika dalam perjalanan waktu, sang buah hati tersebut tidak tumbuh maksimal atau optimal seperti anak-anak lain pada umumnya. Pertumbuhan tidak optimal seperti anak menyandang autisme atau anak berkebutuhan khusus (ABK).

Kondisi ini tentu menuntut orang tua untuk menerima dengan sukacita dan lapang dada. Tentu, tuntutan ini berat. Tidak sedikit orang tua yang mengalami depresi, khawatir, dan lelah menghadapi anak tersebut.

Disposisi batin semacam ini tentu sangat wajar karena memang mendidik ABK bukan perkara mudah. Lantas, apakah anak tersebut masih bisa tumbuh optimal? Tentu saja bisa.

Caranya? Pola pendekatan yang bisa digunakan dalam mendidik dan membesarkan ABK adalah dengan menerapkan psikologi positif. Hal ini berangkat dari sudut pandang bahwa seseorang dapat menjadi yang terbaik versi dirinya sendiri.

Psikologi positif sangat berguna diterapkan oleh siapa saja, termasuk bagi orang tua yang membesarkan ABK agar meningkatkan rasa syukur bangkit kembali.

Parboaboa mendapat ulasan lengkap dari dosen Psikologi Universitas Pancasila, Aully Grashinta terkait pola asuh orang tua terhadap ABK, Jumat (26/04/2024).

1. Pola asuh anak berkebutuhan khusus

Pola asuh merupakan cara asuh orang tua dalam rangka menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak dengan tujuan membentuk kepribadian dan perilaku anak. Terdapat tiga tipe pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis/otoritatif, dan pola asuh permisif.

Pada prinsipnya, pola asuh orang tua pada anak yang paling efektif adalah sama, yaitu pola asuh demokratis/otoritatif. Yang membedakan di sini adalah adanya kebutuhan khusus yang membuat orang tua harus melakukan tindakan yang berbeda dari anak-anak tanpa kebutuhan khusus. Karenanya, mungkin pola asuh perlu disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut.

Beberapa anak lebih membutuhkan pola otoriter sebelum akhirnya bisa dilepas dengan pola asuh yang lebih demokratis. Namun, ada juga anak yang dapat berkembang dengan pola asuh demokratis/otoritatif meski memiliki keterbatasan dan kebutuhan khusus.

Orang tua perlu memahami dengan baik kebutuhan khusus yang dimiliki anaknya dan sesegera mungkin mendapat gambaran mengenai potensi (kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh anaknya) sehingga dapat berfokus pada pengembangan anak, bukan terus terpaku pada kekurangan anak.

2. Plus minus pola asuh ABK

Pola asuh orang tua memang berbeda-beda, sangat dipengaruhi oleh kepribadian, kematangan, pengetahuan, dan pengalaman orang tua itu sendiri. Sebagian orang tua memang mulai belajar pola asuh saat menjadi orang tua, baik yang memiliki anak normal maupun anak dengan kebutuhan khusus.

Yang agak berbeda adalah biasanya orang tua dengan ABK akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai pada tahap acceptance untuk kemudian melakukan usaha-usaha dalam mengatasi kendala dengan kebutuhan khusus anaknya. Sementara orang tua dengan anak normal biasanya tidak perlu waktu ini.

Pada orang tua yang belum sampai pada tahap acceptance, kurang mau belajar, dan bahkan mungkin punya pengalaman pola asuh yang juga salah akan sulit untuk bisa menerapkan pola asuh yang tepat bagi anaknya.

Saat ini yang banyak berkembang adalah konsep inklusi untuk ABK. Orang tua yang memiliki pemahaman yang baik tentang pendidikan dan perkembangan anak ABK akan lebih dapat mendorong anaknya untuk masuk pada lingkungan inklusi.

Sebaliknya, orang tua yang kurang memahami akan menjadi overprotective sehingga membuat anak menjadi terbatas mengungkapkan potensi atau malah terlalu permisif sehingga anak malah menemui kesulitan untuk bisa menyesuaikan diri misalnya menjadi bahan bullying, diabaikan, dipersekusi, dan sebagainya.

3. Pola asuh yang salah berpengaruh pada tumbuh mental anak

Pada dasarnya tidak ada pola asuh yang sempurna. Setiap orang tua pasti melakukan hal-hal yang mungkin saja salah. Kondisi yang mungkin terjadi adalah seperti di atas, di mana jika orang tua terlalu otoriter dan overprotective maka anak akan sulit untuk mandiri, terbatas dalam mengembangkan potensinya bahkan di masa depan akan terus tergantung dengan pertolongan orang lain.

Sementara jika orang tua terlalu permisif, sangat mungkin anak ABK juga mengalami perundungan, masalah psikologi karena merasa berbeda dengan anak lain, bahkan bisa menjadikan anak rendah diri dan frustasi.

Memberikan pemahaman bahwa setiap orang memiliki keunikan masing-masing. Segera menemukenali potensi yang dimiliki ABK, memberikan akses dan fasilitasi pada pengembangan potensi ABK dalam rangka terus memupuk kepercayaan dirinya akan membuat ABK lebih mandiri, berani menghadapi hidup. Bahkan menghargai diri dan lingkungannya dengan segala perbedaan yang dimilikinya.

Editor : Norben Syukur

Tag : #anak abk    #orang tua    #pendidikan    #aully grashinta    #pola asuh    #pendidikan anak   

BACA JUGA

BERITA TERBARU