PARBOABOA, Pematang Siantar - Kepolisian Resor (Polres) Kota Pematang Siantar belum juga menetapkan oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) inisial FS sebagai tersangka atas kasus dugaan investasi bodong. Proses penyidikannya juga seperti jalan di tempat, karena masih mengumpulkan bukti sejak laporan perkara LP/B/402/VI/2021/SPKT di 2021 lalu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Pematang Siantar, AKP Banuara Manurung mengatakan, Polda Sumut sudah memberikan rekomendasi agar kasus yang menjerat anggota DPRD Pematang Siantar brinisial FS penanganannya berlanjut.
“Kasusnya sampai saat ini belum dihentikan. Tentunya kita di sini perlu mengumpulkan alat bukti yang lebih banyak lagi sehingga kita nanti pastikan bahwa kalau kasus ini berlanjut semua alat bukti yang ada itu sudah benar,” kata Banuara, Rabu (4/1/2023).
Banuara menjelaskan, jajarannya yang menangani kasus dugaan investasi bodong kerap berkoordinasi dengan Polisi Daerah (Polda) Sumatra Utara (Sumut), mulai dari pengumpulan bahan dan keterangan, hingga penyelidikan agar kasus tersebut segera diselesaikan dan menemukan kejelasan akan kepastian hukum.
“Seluruh apa yang menjadi tindakan proses penyelidikan dan penyidikan yang kita lakukan semua kita laporkan ke Polda. Laporan kemarin baru keluar rekomendasi dan hasil rekomendasi sekarang yang sedang kita tindak lanjuti,” ujarnya.
Untuk diketahui sebanyak 120 orang warga Pematang Siantar menjadi korban penipuan berkedok investasi. Nilai kerugiannya mencapai Rp56 miliar.
Penasehat hukum korban penipuan, Gokmauli Sagala mengatakan, kebanyakan korban dari investasi bodong para kerabat atau orang dekat korban dengan latar belakang pendeta, staf kejaksaan, anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dengan nilai kerugian masing-masing orang, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Korbannya rata-rata orang dekat pelaku, yang dibujuk rayu dengan iming-iming bahwa ia adalah seorang pialang yang memiliki saham, sehingga para korban merasa percaya. Karena memang ada jejak rekam dia yang pernah menjadi Komisaris di Inalum,” tuturnya.
Gokmauli juga mengatakan, dalam perjanjian usaha investasi itu, para korban dijanjikan akan memperoleh keuntungan dalam bentu bunga sebanyak 5 persen dari nilai yang diinvestasikan. Profit perjanjian ditandatangani oleh debitur dengan para korban.
Awalnya, kata Gokmauli lagi, investasi berjalan normal dengan keuntungan 5 persen yang diterima korban setiap bulannya, namun setelah memasuki bulan berikutnya, keuntungan yang dijanjikan tidak lagi diperoleh.
“Jadi, ia mengajak seseorang untuk menanamkan sahamnya sebagai modal usaha untuk investasi itu dengan keuntungan 5 persen perbulannya. Namun di tengah jalan, pelaku menyampaikan kekeliruan dengan mengatakan uangnya habis dirampok karena menantunya dihipnotis,” jelasnya.
Editor: -