PARBOABOA - Tawaran itu didapat Rena, bukan nama sebenarnya, sekitar awal tahun 2022 lalu. Seorang ASN di Dinas Pendidikan Pematang Siantar, Sumatra Utara, berjanji mengurus proses kenaikan pangkat dan jabatannya.
Sebagai gantinya, oknum tersebut meminta imbalan Rp60 juta. Tergiur dengan iming-iming, dan tak mau repot dengan persyaratan yang rumit, Rena langsung menyambar tawaran tadi.
Nominal yang ditetapkan pun dia sanggupi tanpa negosiasi. Dia butuh segera mengurus kenaikan pangkat untuk mendapat jabatan yang diincarnya: kepala sekolah di salah satu lembaga pendidikan negeri di Kota Pematang Siantar.
"Untuk uang mukanya kalau enggak salah Rp3 juta saja," kata Rena kepada Parboaboa, sambil mengingat-ingat.
Sisa kekurangannya akan dilunasi setelah SK penetapan Rena sebagai kepala sekolah terbit. Semua proses diatur calo, mulai dari proses pengusulan DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit) hingga Penetapan Angka Kredit (PAK).
Sang calo juga mengurus semua persyaratan hingga tetek bengek lainnya. Rena hampir tidak mengeluarkan keringat apa pun.
"Saya hanya terima bersih saja," tutur Rena.
Beberapa bulan kemudian, kenaikan pangkat Rena disetujui. Dia juga mendapat SK untuk menjabat sebagai kepala sekolah.
Begitu SK sudah di tangan, Rena langsung membayar Rp57 juta kekurangan uang yang diminta si calo. Dia menyuruh seseorang untuk menyerahkan uang tersebut.
Sesuai kesepakatan, pemberian uang tidak dilakukan langsung. Masing-masing pihak menggunakan perantara untuk serah terima.
"Transaksi juga dilakukan di pelataran parkir basement kantor disdik," kenang Rena.
Sementara itu, di medio 2022, masih di Dinas Pendidikan Pematang Siantar, Linda–sebut saja begitu–terhenyak.
Dia tak bisa menyembunyikan kekagetannya ketika mendapat tawaran pengurusan kenaikan pangkat dari salah satu ASN di dinas pendidikan.
"Calo-calo ini menjamin prosesnya hanya sebentar, kira-kira dua bulan aja pengerjaannya," ucap Linda.
Padahal, lanjut dia, umumnya pengurusan kenaikan pangkat perlu waktu 3-6 bulan. Beberapa bahkan ada yang sampai satu tahun.
Calo tadi meminta uang Rp8 juta sebagai imbalan mempercepat proses kenaikan pangkat. Dengan halus Linda menolak tawaran oknum di dinas pendidikan itu.
Dia memilih mengurus sendiri proses kenaikan pangkat, berikut persyaratan yang harus dipenuhi. Belakangan, Linda mulai merasakan beberapa kejanggalan.
Guru di salah satu sekolah negeri itu mendapat kesan proses kenaikan pangkatnya diperlambat.
"Sengaja dipersulit pengurusannya, bahkan selalu terlambat kalau ada penyampaian dari tim penilai," ungkapnya.
Proses kenaikan pangkat Linda baru rampung setelah enam bulan kemudian. Dia mengaku sudah sering mendengar ada praktik percaloan kenaikan pangkat dan jabatan.
Namun, baru kali ini dia mendapat tawaran semacam itu. Problem percaloan di dinas pendidikan, menurut dia, sudah mendarah daging, sistemik dan terstruktur.
Pengakuan Calo Pangkat dan Jabatan
Penelusuran Parboaboa terhadap jejaring calo kenaikan pangkat dan jabatan sampai pada Febrian, juga bukan nama sebenarnya. Ia adalah seorang pejabat struktural di Dinas Pendidikan Pematang Siantar.
Pria ini sudah lama terlibat dalam dunia percaloan kenaikan pangkat dan jabatan. Dia bercerita bagaimana modus praktik tersebut berjalan.
Pertama-tama, calon sasaran akan ditawarkan bantuan, tentunya dengan sejumlah nominal harga yang harus dibayarkan.
Target sasaran Febrian adalah guru-guru yang ingin naik golongan atau mendapat sertifikasi. Rata-rata, kata dia, orang yang ditawari langsung setuju.
“Saya bilang ke mereka, ‘biar gak ribet aja, diperlama,’” ia mencontohkan caranya membujuk calon klien.
Febrian akan menawarkan berbagai kemudahan urusan kepegawaian, mulai dari pengurusan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) hingga proses penyesuaian Penetapan Angka Kredit (PAK) konvensional.
SKP merupakan semacam laporan yang tiap tahun harus dibuat ASN. Adapun PAK adalah syarat kenaikan pangkat dan jabatan di lingkungan ASN.
"Yang dijokikan paling sering itu untuk persiapan PAK," ujar Febrian.
Dia bekerja berkelompok untuk menjalankan praktik percaloan. Febrian menyebutnya dengan istilah "tim percepatan".
Jumlah anggota “tim percepatan” biasanya empat orang. Berdasarkan pengakuannya, Febrian melibatkan pegawai fungsional dan struktural dalam praktik lancung ini.
Dalam setiap tahapan, umumnya ASN diminta membuat karya ilmiah sebagai persyaratan. Nah, “Tim percepatan” akan membuatkannya untuk orang-orang yang menggunakan jasa mereka.
Semua proses, dari riset, analisis data, sampai pembuatan manuskrip dikerjakan sepenuhnya oleh tim.
Febrian menjamin klien tidak perlu banyak terlibat dalam penyusunan karya ilmiah. Mereka cukup tahu beres saja.
Dia berani menjamin karya ilmiah akan lolos cek plagiarisme. Febrian benar-benar memastikan kliennya tidak dirugikan.
"Sampai sekarang belum ada yang mengeluhkan kerja kami membantu mereka," ia berujar.
“Tim percepatan” tidak cuma mengerjakan karya ilmiah dan mengurus bagian administrasi. Mereka juga melobi tim penilai agar meloloskan ASN yang menjadi klien “tim percepatan.”
Febrian menyebut ada uang pelicin juga yang dia berikan ke tim penilai, yang biasanya berjumlah 3-5 orang. Namun, ia tidak merinci berapa besar nominalnya.
Febrian tidak mematok harga tertentu untuk jasanya. Bandrolnya bisa beragam, mulai dari Rp500 ribu sampai yang paling mahal Rp70 juta. Menurutnya, semua tergantung kesepakatan dengan klien.
"Semakin tinggi golongan atau pekerjaan yang kita kerjakan otomatis lebih mahal," ungkapnya.
Bila uang dari klien sudah dibayarkan, fulus tersebut dibagi rata ke setiap orang di “tim percepatan”.
"Contohnya kalau dapat yang membayar jasa kami itu Rp40 juta, yah dibagi empat orang secara merata saja, per orang jadinya Rp10 juta," kata Febrian.
Hingga saat ini, sudah genap 10 tahun pria itu malang-melintang dalam praktik perjokian. Di sela obrolan kami, dia mengungkapkan fakta mengejutkan.
"Saya pastikan sekitar 50 persen tenaga pengajar di Kota Pematang Siantar menggunakan jasa joki," katanya dengan penuh keyakinan.
Menurut dia, percaloan kenaikan pangkat dan jabatan lazim terjadi di kalangan ASN, tidak hanya di Pematang Siantar. Praktik semacam itu seperti rahasia umum di semua instansi.
Tidak Hanya di Dinas Pendidikan
Omongan Febrian ada benarnya juga. Parboaboa mendapat indikasi kuat praktik percaloan terjadi di satuan kerja lain di lingkungan Pemkot Pematang Siantar.
Seorang pejabat struktural sebuah dinas, sebut saja Budiman, mengaku menggunakan jasa calo untuk duduk di suatu jabatan.
Dia ditawari oleh seorang oknum di BKPSDM Kota Pematang Siantar yang dikenalnya. Biaya untuk posisi yang diinginkan Budiman disepakati Rp1,2 miliar.
Dia memberikan uang muka Rp400 juta kepada koleganya itu. Kekurangan Rp800 juta akan dilunasi setelah Budiman resmi mendapat SK untuk menempati jabatan yang dia inginkan.
Semua persiapan Budiman untuk menjabat posisi yang diinginkannya diatur oleh si calo. Alhasil dia lolos beberapa tahap awal.
Di perjalanannya, menjelang akhir proses seleksi Budiman gagal lolos di salah satu tahapan.
"Menurut saya kalah di angka pembayaran saja," Budiman menerka.
Dia tahu bahwa kandidat lain pun menggunakan jasa calo. Bahkan, orang yang kini menduduki jabatan yang dia incar pun melakukan hal serupa.
Budiman menganggap kasus tersebut sudah tutup buku. Uang muka yang sempat dibayarkannya sudah dikembalikan si calo.
Itu sebabnya, Budiman enggan memperpanjang urusan dengan melaporkannya ke polisi. "Perkara ini sudah selesai sebenarnya, soalnya ini antara internal kami," ucapnya.
Rosion J Hutauruk, Sekretaris BKPSDM Kota Pematang Siantar, mengaku tidak tahu adanya praktik percaloan untuk kenaikan pangkat dan golongan. Dia pernah mendengar selentingan kabarnya saja.
Akan tetapi, Rosion tidak pernah menemukan bukti konkretnya. Terlebih, sampai saat ini BKPSDM belum mendapat laporan dari orang yang dirugikan.
"Selama belum ada yang melaporkan, bagaimana kami menindaknya? Kasusnya juga tidak ada," katanya.
Tindakan percaloan, lanjutnya, jelas melanggar PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Ia menegaskan ASN yang terlibat akan diserahkan ke inspektorat daerah untuk diberi sanksi.
Herri Okstarizal, Kepala Inspektorat Kota Pematang Siantar, juga tidak tahu menahu soal praktik percaloan di lingkungan ASN. Dia mengatakan akan menyiapkan tim untuk melakukan investigasi.
"Ke depannya akan kita lakukan pengawasan yang lebih ketat," Herri menegaskan.
Reporter: Putra Purba
Editor: Jenar