PARBOABOA, Pematangsiantar - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang paling sering menghadapi fenomena terorisme.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Rycko A. Dahniel, mengungkapkan bahwa sepanjang 2023, sebanyak 148 orang telah ditangkap terkait kasus terorisme.
Dengan jumlah tersebut, Indonesia masuk dalam kategori negara yang berdampak sedang (medium impacted) terkait pengaruh terorisme.
Kategori ini tidak bisa dibilang biasa-biasa saja, tetapi tergolong masalah serius dalam konteks kehidupan demokrasi di Indonesia.
Setahun berselang, BNPT kembali melaporkan, posisi Indonesia dalam Global Terrorism Index mengalami perubahan ke kategori dampak rendah (low impacted).
Sebagian besar dari aktor terorisme, lanjut laporan tersebut, merupakan anggota jaringan Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Terlepas dari sentuhan ideologi kelompok ekstrim, fenomena terorisme kerap dilekatkan dengan istilah Jihad yang sesungguhnya bermakna perjuangan agama.
Namun demikian, fenomena serupa dibelokkan maknanya oleh mereka yang terlibat sebagai pelaku. Risikonya, terorisme kemudian ditafsirkan secara keliru sebagai bentuk Jihad.
Hal ini terkonfirmasi lewat geliat kelompok radikal yang melabelkan tindakan mereka sebagai Jihad. Masyarakat kemudian mengasosiasikan istilah tersebut dengan konotasi negatif.
Riset Nuzul Iskandar (2019) menyebut, Jihad dan terorisme sebenarnya memiliki perbedaan mendasar, meskipun terjadi kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap keduanya sebagai hal yang sama.
"Ada anggapan yang salah bahwa jihad selalu identik dengan terorisme, dan sebaliknya, terorisme dianggap sebagai bentuk jihad," tulis Nuzul.
Risikonya, semua nama yang melabelkan kata Jihad selalu dipandang negatif sebagai bentuk terorisme, entah dalam bentuknya yang paling terselubung.
Padahal, meminjam bahasa Amri Rahman (2018), Jihad adalah upaya sungguh-sungguh yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam.
Tujuan utamanya adalah menjalankan misi manusia, yaitu menegakkan dan menjaga agama Allah tetap kokoh, dengan cara-cara yang sejalan dengan ajaran para Rasul dan Al-Quran.
Sedangkan, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau menimbulkan dampak berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitar.
Tujuannya adalah mengintimidasi penduduk sipil, mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan mempengaruhi jalannya pemerintahan melalui tindakan penculikan atau pembunuhan.
"Maka, pada dasarnya tindakan terorisme melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bermotif politik. Bentuk tindakan ini dapat berupa perampokan, pembajakan, atau penyanderaan," tulis Amri.
Qalam Jihad Vs Terorisme Jihad
Bias pemahaman terkait kata Jihad juga dialami sebuah sanggar seni bernama Komunitas Budaya Qalam Jihad, beralamat di Jl. Tongkol No. 101 Kampung Tematik, Pematangsiantar.
Ketua komunitas tersebut, Zainal Abidin Lubis, mengatakan bahwa orang-orang yang tidak mengenal sanggar ini sering kali keliru menilai keberadaan mereka karena penggunaan kata Jihad.
"Proposal kami pernah ditolak hanya karena nama, tidak melihat prestasi. Mereka mengatakan kami bisa mendapat bantuan jika mengganti nama, tapi kami tidak mau menggantinya," ungkapnya kepada PARBOABOA, Sabtu (03/08/2024) lalu.
Padahal, sanggar seni Qalam Jihad memiliki orientasi, niat dan visi yang luhur untuk mengembangkan dunia kesenian anak-anak di Pematangsiantar.
"Qalam Jihad bukanlah tempat yang ekstrim. Kementerian Sosial telah mengakui sanggar seni ini sebagai tempat yang sangat toleran," sambung Zainal.
Komunitas ini menunjukkan bahwa istilah Jihad dapat digunakan dalam konteks yang menginspirasi, selebihnya memiliki konotasi yang jauh lebih positif.
Sejak didirikan pada 3 Maret 2002 lalu, moto Qalam Jihad adalah bebas dari kekerasan dalam berekspresi.
Melalui medium seni, sanggar ini berusaha mendorong lahirnya nilai-nilai humanitas, seperti toleransi, kekeluargaan, dan perdamaian sebagai sikap dasar seorang seniman.
"Bahkan dalam proses melukis, ada anak didik yang sedang melukis gereja, sementara di sebelahnya ada yang melukis kaligrafi," ujarnya.
Istilah Qalam sendiri memiliki dua definisi, yaitu sebagai alat atau kata. Komunitas ini, ungkap Zainal, menggunakan terminologi Qalam sebagai "alat" atau sarana berkesenian.
Sementara Jihad berarti perjuangan atau usaha keras untuk membela kebenaran. Dengan demikian, komunitas Qalam Jihad berarti wadah untuk berjuang melalui seni.
Zainal bercerita, sejak dulu, dirinya memiliki keinginan menyediakan wadah untuk masyarakat sekitar agar bisa berkesenian, baik bagi yang berbakat maupun yang ingin belajar.
Qalam Jihad dikenal sebagai komunitas budaya karena tak hanya menampung aktivitas seni lukis, namun juga teater, puisi, musik, dan ragam kesenian lainnya.
Anak didik yang dilatih di sanggar Qalam Jihad akan disesuaikan dengan minat dan bakat mereka masing-masing.
Jika berbakat menggambar, mereka akan dilatih menggambar atau melukis. Sebaliknya, jika mereka minat berpidato, maka akan diajarkan da'i. Begitu juga dengan cabang kesenian lainnya.
Saat ini, cabang kesenian yang bertahan adalah seni lukis karena minat yang tinggi terhadapnya, dengan jumlah anggota sekitar 150 orang, mulai dari usia tiga tahun.
"Di mana, 40% dari 150 itu adalah keturunan Tionghoa," kata Zainal.
Adapun jadwal belajar diadakan pada hari Kamis dan Minggu, mulai dari pukul sepuluh pagi hingga tiga sore.
Jumlah tim pengajar sebanyak lima belas orang, terdiri dari alumni sanggar serta pemerhati seni di luar sanggar yang diajak bergabung.
Beberapa dari mereka juga baru lulus kuliah seni dan diajak bekerja tanpa memandang ras dan agama, sambil tetap mencari pekerjaan tetap.
Zainal menuturkan, Qalam Jihad tak hanya bertujuan membentuk anak-anak didik yang fokus pada prestasi atau pencapaian sebuah kompetisi.
Tujuan lain adalah untuk mengembangkan rasa berkesenian, sehingga anak dapat lebih mudah dibentuk dan membangun empati.
"Jika ada yang menang perlombaan, itu tidak pernah diminta biaya pembinaan dari uang juaranya. Semua hadiah diberikan untuk anak tersebut," ujarnya.
Saat ini, Qalam Jihad masih membuka pendaftaran untuk cabang kesenian melukis, mewarnai dan menggambar.
Biaya pendaftaran sebesar seratus ribu rupiah. Bagi yang mewarnai, biaya crayon yang diberikan Qalam Jihad adalah seratus ribu rupiah, jika habis dapat dibeli di sanggar atau tempat lain.
Biaya bulanan untuk pemula sebesar seratus ribu rupiah, sedangkan bagi yang sudah melukis sebesar seratus lima puluh ribu rupiah. Namun, jelas Zainal, biaya tersebut berlaku bagi keluarga yang mampu.
Anak dari kategori keluarga yang kurang mampu tidak diwajibkan membayar pendaftaran dan uang bulanan. Bahkan jika layak dibantu, alat untuk melukis akan disediakan komunitas.
Begitu juga bagi yang tidak mampu akan diberi keringanan, dengan hanya membeli crayon melalui metode angsuran.
"Tidak ada yang salah ketika kita membantu anak berbakat, meskipun ia berasal dari keluarga yang kurang mampu," ujar Zainal.
Rahmad Riady, salah satu orang tua yang anaknya bergabung bersama Qalam Jihad, mengakui harmonisasi yang dirasakan dalam sanggar seni ini.
"Saat saya mengunjungi sanggar tersebut, saya melihat anak yang baru pulang dari gereja diantar orang tuanya ke situ," tuturnya kepada PARBOABOA, Senin (15/07/2024).
Kabid Pariwisata Dispora Pematangsiantar ini, juga mengakui adanya niat positif sanggar tersebut untuk meningkatkan kreativitas anak dalam dunia seni.
"Anak saya yang awalnya belum bisa mewarnai, kini sudah mulai bisa melukis," kata Rahmad.
Dengan adanya kesan positif tersebut, Komunitas Qalam Jihad tidak hanya bermaksud memperkenalkan dan mengasah minat anak pada kesenian.
Mereka juga bermaksud meluruskan pemahaman yang keliru tentang makna Jihad yang kerap dipandang sebagai praktik radikal yang dekat dengan kekerasan, penumpasan, dan kematian.
Jihad yang sesungguhnya sedang dimaknai sebagai aktivitas untuk mengembangkan pengetahuan dan minat anak guna meraih masa depan yang lebih baik.
Editor: Defri Ngo