PARBOABOA, Jakarta – Praktik-praktik diskriminasi terhadap berbagai kelompok rentan masih marak terjadi di Indonesia.
Kelompok yang kerap mengalami diskriminasi yaitu disabilitas, kelompok minoritas agama, perempuan, minoritas seksualitas dan identitas gender, orang dengan HIV dan populasi kunci, serta masyarakat adat.
Tak hanya di ruang sipil, praktik diskriminasi terhadap mereka juga masih sering dijumpai di ruang sosial ekonomi seperti pelayanan, pendidikan, kesehatan pekerjaan, perumahan hingga politik.
Padahal, Konstitusi Indonesia jelas memiliki semangat kuat anti diskriminasi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28I ayat (2) dari UUD 1945, Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
Kemudian ada KUHP, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Penyandang Disabilitas, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Kesehatan.
“Namun semuanya tidak bersifat komprehensif dan diskriminasi masih saja terjadi dan menimpa mereka,” kata Papang Hidayat dari Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN), dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Maraknya praktik diskriminasi ini, lanjut Papang, membuat peringkat Indonesia di Indeks Inklusivitas Global atau Global Inclusiveness Index terus menurun.
Di 2023, Indeks Inklusivitas Global Indonesia berada di posisi 108 dari 129 negara. Sedangkan pada tahun 2022, Indonesia berada di posisi 103 dari 136 negara dan di 2021, menduduki posisi 96 dari 133 negara.
Angka tersebut masih jauh di bawah Singapura, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Indeks inklusivitas ini mencakup kesetaraan ras atau etnis, agama, gender dan disabilitas.
“Kondisi ini mengarah pada skor yang memburuk,” imbuh peneliti di Amnesty Internasional ini.
Mencegah praktik diskriminasi ini berulang, Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi (KAIN) lantas mendorong adanya legislasi anti-diskriminasi yang komprehensif di Indonesia.
Tujuannya, memperkuat perlindungan terhadap kelompok rentan dari sisi HAM, termasuk agama, kepercayaan, ras, etnis, usia, keberagaman seksual, jenis kelamin, gender, status kesehatan, status disabilitas, pekerjaan dan aspek-aspek lain.
“Kami ingin mendorong hadirnya legislasi anti diskriminasi yang komprehensif dan peraturan lainnya yang mengutamakan prinsip non-diskriminasi,” kata Papang Hidayat.
Berikut sejumlah kasus diskriminasi kepada kaum rentan di Indonesia:
1. Persekusi Kelompok Minoritas Hingga Penolakan Rumah Ibadah
Masih adanya kasus penolakan rumah ibadah, persekusi terhadap kelompok yang dianggap berbeda dengan kelompok mayoritas dan penyerangan acara keagamaan menjadi tanda masih rentannya kelompok minoritas dan marjinal menjadi korban perilaku diskriminasi.
Data Setara Institute sepanjang 2007-2022 menyebut, sekitar 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.
Gangguan ini di antaranya intimidasi, pembubaran dan penolakan peribadatan, pengrusakan, penolakan tempat ibadah, pembakaran dan gangguan-gangguan serupa lain.
2. Diskriminasi Kaum Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menyebutkan, masih banyak produk hukum dari Pemerintah Daerah yang diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Misalnya di Provinsi Jawa Barat, sebanyak 91 produk hukum daerah yang berpotensi diskriminatif di berbagai tingkatan, mulai provinsi, kabupaten/kota.
Sementara di ranah publik, perempuan penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan dan berpotensi mengalami diskriminasi berlapis di masyarakat.
Seperti banyaknya perempuan penyandang disabilitas yang gagal memperoleh pekerjaan karena perusahaan di Indonesia kerap mendahulukan laki-laki penyandang disabilitas.
Padahal, hak penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan setara untuk memenuhi kuota afirmasi 2 persen sebagaimana yang ada dalam Undang-Undang Disabilitas.
3. Diskriminasi pada Orang dengan HIV-AIDS
Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) menjadi kelompok yang juga pernah mengalami diskriminasi.
Seperti yang pernah terjadi di Surabaya, Jawa Timur di akhir Januari lalu.
Saat itu, jenazah seorang ODHA sempat terbengkalai karena warga menolak untuk memandikan dan mengafani.
Selain ODHA, anak dengan HIV juga kerap mendapat diskriminasi, utama di sekolah. Padahal, kondisi anak dengan HIV secara umum dalam kondisi sehat dan bisa beraktivitas seperti anak lain.
Editor: Kurniati