PARBOABOA, Baghdad - Sungai Efrat sudah lama menunjukkan tanda-tanda penurunan debit air. Bahkan video kondisi sungai yang kini mulai mengering itu pernah viral beberapa bulan lalu.
Sebenarnya, sudah sejak beberapa dekade lalu, Sungai Efrat yang membelah Suriah dan Irak itu mulai mengering. Pada 2021, ada laporan pemerintah yang memperingatkan jika sungai ini dapat mengering sepenuhnya pada 2040.
Tentu saja fenomena ini diakibatkan perubahan iklim. Namun ternyata, penyebabnya tak hanya itu. Selain itu pembuatan DAM di Turki jelas berpengaruh pada debet air yang mengalir di Suriah dan Irak.
Sungai Efrat, merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Timur Tengah mencapai 2.781 kilometer. Sungai yang telah terbentuk sejak zaman purba ini mengalir melintasi Suriah dan Irak. Sungai ini akan bersatu dengan Sungai Tigris menjadi Sungai Syattul Arab lalu bermuara di Teluk Persia.
Satelit kembar Gravity Recovery and Climate Experiment (GRACE) milik NASA telah mengumpulkan gambar di area Sungai Efrat pada 2013. Hasilnya, Sungai Tigris dan Efrat telah kehilangan 144 kilometer kubik air sejak 2003.
Peneliti utama studi dan ahli hidrologi sekaligus profesor di UC Irvine, Jay Famiglietti seperti dikutip dari IFL Science mengatakan, tingkat penurunan penyimpanan air total yang mengkhawatirkan terjadi di lembah Sungai Tigris dan Efrat. Penurunan debit air paling parah terjadi pada 2007, sementara permintaan air tawar terus meningkat.
Kondisi itu diperparah dengan wilayah tersebut tidak terkoordinasikannya pengelolaan airnya karena perbedaan interpretasi hukum internasional.
Terhitung pada 2022, aliran sungai telah turun sebesar 40 persen dalam empat dekade terakhir. Negara-negara di sepanjang sungai tersebut mengejar perkembangan penggunaan air yang cepat dan sepihak.
Mengeringnya Sungai Efrat dan Tigris ini memicu permasalahan bagi Turki, Suriah dan Irak. Banyak warga dari tiga negara itu menggantungkan hidupnya pada sungai.
Editor: Umaya khusniah