PARBOABOA, Jakarta - Diabetes melitus (DM) tipe 2 menjadi tantangan kesehatan serius di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan mencatat bahwa Indonesia berada di peringkat ketujuh untuk jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di dunia.
Penyakit ini dikenal sebagai 'silent killer' karena dapat menyebabkan disfungsi organ dan kerusakan tubuh tanpa gejala yang jelas.
Adapun terapi pengobatan yang lumrah digunakan untuk DM tipe 2 ialah penggunaan obat-obatan penurun kadar gula darah serta insulin.
Namun, penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga membawa kabar baik.
Terapi autologus stem cell atau yang dikenal dengan sell punca, yang melibatkan penggunaan sel induk dari tubuh sendiri, terbukti efektif menurunkan kadar gula darah.
Hal itu dibuktikan dengan penelitian 40 pasien diabetes berusia 30-79 tahun menerima suntikan stem cell selama tiga bulan. Hasilnya, kadar gula darah turun secara signifikan.
Dr. Purwati, Ketua Stem Cell Research and Development Center Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa stem cell membantu memperbaiki kinerja pankreas dalam memproduksi insulin.
Selanjutnya, dr Purwati juga menjelaskan berbagai keunggulan dari terapi autologus stem cell bagi pengobatan DM tipe 2.
Beberapa di antaranya ialah aman karena autologus, sumber stem cell yang mudah didapat, penyimpanannya yang tidak sulit, hingga sifat stem cell itu yang tidak juga bisa menurunkan keadaan peradangan di tubuh.
“Terapi autologus stem cell untuk diabetes ini memang hal baru yang terus berkembang keilmuannya. Namun dari penelitian yang kami lakukan, terapi ini bisa menjadi alternatif terapi untuk DM tipe 2," ucap dr Purwati.
Proses Terapi Autologus Stem Cell
Dilansir dari laman resmi Gleneagles Hospital, Sabtu (16/12/2023). Terapi autologous stem cell merupakan prosedur transplantasi sel punca yang menggunakan sel punca dari tubuh Anda sendiri.
Dalam proses ini, sel punca diambil, dibekukan, dan disimpan sebelum menjalani terapi radiasi atau kemoterapi dosis tinggi, yang dapat dilakukan secara bersamaan.
Tidak semua orang cocok untuk transplantasi ini. Jika Anda memiliki gangguan kesehatan serius, seperti penyakit jantung, paru-paru, hati, atau ginjal, mungkin tidak disarankan.
Efek samping awal termasuk nyeri pada mulut, mual, infeksi, dan gangguan paru-paru.
Sementara efek samping jangka panjang melibatkan kerusakan organ, risiko kanker kambuh, infertilitas, dan gangguan hormon.
Sebelum menjalani terapi, pastikan Anda telah memahami kondisi dan penyakit terkait, terutama untuk penderita kanker darah seperti leukemia.
Selain itu, konsultasi dengan tim medis yang terpercaya ialah langkah yang sangat penting untuk memastikan bahwa Anda memenuhi persyaratan dan dapat menghadapi proses ini dengan baik.
Editor: Wenti Ayu