PARBOABOA, Jakarta - Wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) menyumbang angka kriminalitas tertinggi di Indonesia hingga saat ini.
Salah satu bentuk tindakan kriminal yang mendapat atensi publik paling banyak di daerah-daerah ini, adalah kasus pembunuhan.
Dalam catatan PARBOABOA, selama 2023, sekurang-kurangnya ada 5 kasus pembunuhan sadis di wilayah Jabodetabek yang berhasil dibongkar oleh aparat.
Pertama, kasus pembunuhan seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT), Sri Lestari (40) di Cipayung, Jakarta Timur pada Januari 2023.
Sri dibunuh oleh keponakan bosnya agar pelaku bisa mengambil sejumlah uang di dalam rumah.
Kedua, kasus pembunuhan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), AF (51) di Kelapa Dua, Tangerang pada September 2023 kemarin.
Korban dibunuh oleh pelaku berinisial N yang dipicu masalah utang.
Berdasarkan keterangan Polisi, pelaku merasa kesal karena korban sering menagih uang pinjaman kepadanya yang berjumlah Rp500 ribu.
Kasus ketiga, yaitu pembunuhan terhadap seorang pria berinisial RAS (52) di Depok pada Oktober 2023.
RAS dibunuh dengan cara dicekik oleh tetangganya sendiri, yaitu JJA gara-gara hal sepele.
Motifnya, pelaku tidak terima dengan RAS yang meminta bantuan anaknya untuk mendownload sebuah aplikasi game online di ponsel android milik korban.
Kempat, kasus pembunuhan pengusaha ayam goreng di Bekasi pada Februari 2023. Korban (I), dibunuh oleh dua orang karyawannya karena sakit hati, yaitu HK dan MA.
Polisi menjelaskan, kedua pelaku baru bekerja 5 hari, tetapi mereka kesal dengan korban yang mengancam memotong gaji pertama mereka.
Itulah yang membuat mereka nekat melakukan aksi kejinya, dengan menghabisi nyawa korban.
Belum selesai dengan kasus-kasus di atas, baru-baru ini, tepatnya pada Jumat, (10/11/2023), warga ibu kota diguncangkan dengan penemuan mayat seorang laki-laki di Kanal Banjir Timur (KBT), Cakung, Jakarta Timur.
Korban (DDY) ditemukan tewas dalam keadaan mengambang dengan beberapa luka sayatan di leher, dada dan tangan.
Kepala Sub Direktorat Reserse Mobile Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Titus Yudho Ully mengatakan, Korban di bunuh oleh tiga orang pelaku, yang masing-masing berinisial R, IS dan JS.
Kronologi pembunuhan ini berawal ketika korban menjual mobil Toyota miliknya melalui platform media sosial Facebook.
Dari sinilah korban mulai berkenalan dengan pelaku yang berinisial R, berpura-pura ingin membeli mobil tersebut.
Lalu berdasarkan kesepakatan, mereka bertemu dan saat itu juga pelaku menunjukkan bukti transfer pembelian mobil milik korban.
Namun, korban curiga dengan bukti transfer tersebut dan ia menduga, itu merupakan bukti transfer palsu yang telah diedit.
Karena tidak percaya, korban memilih pulang. Pahitnya, saat pulang, korban diantar langsung oleh pelaku. Dalam perjalanan pulang inilah aksi pembunuhan itu terjadi.
Polisi mengungkapkan, motif pembunuhan diduga karena masalah utang.
R diketahui memiliki utang sejumlah 3 miliar rupiah mengajak kedua orang temannya, IS dan JS menghabisi nyawa DDY sehingga bisa menguasai harta milik korban.
Kini, ketiga pelaku telah berhasil diringkus pihak kepolisian. Kepada ketiganya, polisi mengenakan pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup.
Potensi Jadi Pelaku dan Korban Kejahatan
Tingginya kasus kriminal di wilayah Jabodetabek, yang pada taraf tertentu berbentuk aksi pembunuhan, disinggung oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Esa Unggul, Jakarta Idris Wasahua.
Tanpa mengabaikan proses penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan, Idris yang juga dosen kriminologi dan viktimologi ini menawarkan pendekatan baru dalam menyikapi aksi-aksi kriminal.
Pendekatan baru yang dimaksud Idris adalah upaya mengenali potensi melakukan kejahatan sekaligus menjadi korban.
Dari aspek kriminologi, dia bilang, ada banyak faktor mengapa orang melakukan kejahatan, dan yang paling umum terjadi adalah karena ketidakberdayaan.
Ia menerangkan lebih lanjut, banyak bukti ilmiah sekaligus teori yang menjelaskan ketidakberdayaan atau keterbatasan itu sebagai faktor dominan kejahatan, salah satunya teori sosialis.
Teori sosialis, demikian Idris menjelaskan, mengurai sebab orang melakukan tindakan kriminal termasuk pembunuhan karena keterbatasan ekonomi.
"Kalau saya cermati beberapa kasus yang terjadi, termasuk pembunuhan karyawan MRT di Cakung, itu dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi," terang Idris kepada PARBOABOA, Jumat (17/11/2023).
Dengan membunuh korban, para pelaku berfikir akan dengan mudah mengambil aset dan harta milik korban untuk menyelesaikan permasalahan hutang-piutang.
"Permasalahan hutang-piutang itulah yang menjadi pemicu atau sebab para pelaku melakukan aksi kejahatan," kata Idris.
Sementara itu, dari aspek viktimologi, kerentanan para korban biasanya disebabkan karena dua hal.
Pertama, korban kurang hati-hati dalam pergaulan, dan yang kedua karena memang korban tergolong kelompok rentan.
"Korban-korban kejahatan sering menyasar mereka yang kurang hati-hati dan kelompok rentan seperti perempuan dan mereka yang tidak berdaya," terangnya.
Dalam perspektif viktimologi, ia menambahkan, seseorang yang mengalami korban dari suatu kejahatan, seringkali tanpa sadar atau sengaja ikut pula berkontribusi atau bersalah dalam mewujudkan suatu kejahatan yang akan merugikan dirinya sendiri.
Pada peristiwa pembunuhan di Cakung beberapa hari lalu, misalnya kata Idris.
Ketika korban telah menemukan ketidakjujuran para pelaku dalam memberikan informasi mengenai pembayaran mobil korban, semestinya korban tidak lagi memenuhi permintaan para pelaku untuk diantarkan pulang.
Dalam rangka itu, Idris meminta agar upaya memitigasi tindakan kriminal di tengah-tengah masyarakat, harus dilakukan secara holistik dengan menyentuh aspek fundamental akar-akar kejahatan.
"Ya, tindakan prefentif dan kuratifnya harus mengarah ke sana, sambil memberikan edukasi kepada masyarkat untuk mengenali potensi terjebak sebagai pelaku sekaligus korban kejahatan," tutupnya.