Tragedi Bangkal Seruyan: Kasus Agraria Berujung Tewasnya Korban oleh Peluru Aparat

Salah satu korban yang meninggal akbat tertembak saat aksi di Bangkalan, Seruyan, Kalimantan Tengah pada Sabtu (7/10/2023) (Foto: X/ @opposite090192)

PARBOABOA, Jakarta – Konflik agraria yang menelan korban jiwa kembali terjadi. Kali ini, warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) harus kehilangan nyawanya saat berhadapan dengan aparat pada sebuah aksi pada Sabtu (7/10/2023).

Aksi tersebut dilakukan, untuk menuntut PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) agar segera melunasi hak warga Desa Bangkal dengan memberikan kebun plasma seluas 20 persen dari total hak guna usaha (HGU).

Dalam aksi tersebut, salah satu warga bernama Gijik, meregang nyawa akibat terkena terjangan peluru saat kerusuhan memanas.

Menurut penuturan M. Habibi, pegiat Save Our Borneo yang juga solidaritas Bangkal, pada mulanya warga tidak mengira bahwa hari itu akan terjadi bentrok yang menyebabkan warga meninggal dan luka-luka.

“Para warga tidak mengira bahwa akan ada kerusuhan dan penembakan hari itu. Karena pada awalnya warga aksinya secara damai, namun tiba-tiba aparat melakukan provokasi sehingga suasana memanas,” jelas Habibi saat dihubungi PARBOABOA pada Selasa (10/10/2023).

Sebenarnya, menurut Habibi aksi masyarakat merupakan lanjutan dari tuntutan yang tidak dilaksanakan oleh PT HMBP pada mediasi yang dilakukan pada Senin (16/9/2023).

Dalam mediasi tersebut, ada tiga kesepakatan, pertama pihak PT HMBP bersedia memberikan kebun plasma dalam bentuk alokasi dana plasma senilai nilai kebun 235 hektare.

Kedua, mengkoordinasikan ulang jumlah luasan sebesar 1.175 hektare yang belum mendapatkan hak guna usaha, dan yang ketiga memberikan kegiatan produktif yang difasilitasi PT HMBP bersama pemerintah.

Namun, ketiga kesepakatan tersebut tidak dilakukan sehingga memicu aksi lanjutan dari warga yang membuat salah seorang tewas.

Kronologi Kericuhan Aksi Warga Bangkal dan Aparat

Pada Sabtu (7/10/2023), Gijik bersama ratusan warga Desa Bangkal melakukan aksi tuntutan hak warga yakni kebun plasma sebanyak 20 persen untuk masyarakat.

Dalam aksi tersebut, warga dihadapkan dengan aparat kepolisian dari yang bersenjata lengkap dari Polda Kalimantan Tengah.

Dalam sebuah video yang beredar di sosial media dan keterangan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, terdengar teriakan perintah menembak dari kepolisian. Ternyata, Taufik Nurahman teman Gijik tertembak di bagian pinggangnya.

Gijik yang semula duduk, langsung berdiri saat menyaksikan temannya tertembak aparat. Namun, naasnya peluru aparat juga mengenai dada Gijik yang diduga menembus jantungnya.

Gijik akhirnya tewas di lokasi kejadian dan dibawa ke rumah sakit di Sampit, sementara Taufik dan warga lain yang terluka dibawa ke rumah sakit Palangka Raya.

Amnesty Internasional Indonesia: Aparat yang Terlibat Harus Ditindak Tegas

Menanggapi kasus kekerasan di Bangkal, Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid  berpendapat bahwa pihak yang berwenang harus menjalankan investigasi yang independen, untuk memastikan apakah ada tindakan kepolisian yang tidak sesuai dengan protokol agar bisa diadili.

“Adili dan hukum aparat-aparat yang terlibat dalam pengerahan kekuatan berlebihan terhadap warga di Seruyan hingga memakan korban jiwa,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa seharusnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik agraria lebih melakukan pendekatan dan mencari solusi yang berkeadilan agar tidak merugikan masyarakat setempat.

“Pendekatan konstruktif adalah satu-satunya cara untuk mengatasi konflik agraria yang mempengaruhi masyarakat lokal dan petani setempat, termasuk pelibatan bermakna masyarakat yang terdampak perkebunan sawit di Seruyan,” ungkapnya.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS