PARBOABOA, Jakarta - Keputusan mendadak India menghentikan ekspor beras nyatanya mengguncang pasar global termasuk ekonomi Indonesia.
Karena pada faktanya, Indonesia masih bergantung pada impor beras.
Maka, dengan adanya keputusan India mengehntikan ekspor beras, harga di dalam negeri dalam beberapa bulan terakhir terpantau naik.
Data Panel Harga Badan Pangan pada Senin (11/9/2023) siang, harga beras medium mencatat kenaikan Rp60 menjadi Rp12.760 per kg. Beras premium juga naik Rp60 menjadi Rp14.390 per kg.
Sementara data pada Selasa (12/9/2023) siang, harga beras medium masih tinggi, meski turun Rp20 dari posisi rekor di hari sebelumnya. Beras premium juga masih bertengger di level rekor Rp14.390 per kg.
Lantaran Indonesia yang memiliki populasi besar dunia ini masih menggantungkan makanan pokoknya kepada beras, tentunya kenaikan harga beras ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Ahli Kebijakan Publik UPN, Achmad Nur Hidayat dalam pesan tertulisnya mengatakan, apa yang tampak sebagai krisis harga di permukaan, sebenarnya adalah cerminan dari serangkaian isu struktural yang telah lama menghantui ketahanan pangan Indonesia.
Di antaranya isu kepemilikan lahan, urbanisasi, hingga kebijakan impor yang kerap menjadi solusi jangka pendek.
Semua hal itu berkontribusi pada kerentanan ekonomi Indonesia terhadap fluktuasi harga beras global.
Langkah Penyelamatan
Sebagai negara agraris, seharusnya Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan.
Namun lantaran hal itu belum juga tercapai, maka, setiap tahunnya, kebijakan impor beras menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis pangan.
Sayangnya pada saat yang sama, kebijakan ini justru menambah ketergantungan Indonesia pada negara lain dan mengabaikan potensi pertanian domestik.
Maka dari itu, dalam menghadapi krisis ketahanan pangan yang saat ini dihadapi oleh Indonesia, Achmad mengatakan, ada beberapa langkah strategis yang harus segera diambil.
Pertama, pemerintah harus segera melakukan operasi pasar terbuka yang tidak hanya berfungsi menstabilkan harga beras di pasar domestik, tetapi juga untuk memberikan kepastian pasokan kepada masyarakat.
Tentunya, langkah ini harus didukung dengan transparansi data stok pangan nasional agar masyarakat dapat memahami situasi yang terjadi.
Langkah selanjutnya, infrastruktur transportasi dan penyimpanan hasil pertanian harus memadai. Ini merupakan kunci untuk meminimalkan kerugian pascapanen.
Infrastruktur pertanian yang dimaksud di antaranya, jalan, gudang penyimpanan, dan fasilitas pengolahan. Hal itu harus menjadi prioritas.
Achmad berpendapat, dengan infrastruktur yang lebih baik, distribusi beras dari daerah produksi ke konsumen akan lebih efisien sekaligus mengurangi biaya dan potensi kerugian.
Langkah ketiga, mengedukasi petani tentang teknik pertanian modern, penggunaan pupuk dan pestisida yang efisien, serta manajemen lahan.
Pelatihan ini tentu digadang-gadang akan membantu petani meningkatkan produktivitas tanpa merusak lingkungan.
Di sisi lain, saat ini banyak pemuda yang beralih profesi menjadi petani muda. Maka, program pemberdayaan khusus untuk generasi muda harus segera diluncurkan dalam bentuk insentif, akses modal dengan bunga rendah, atau pelatihan bisnis pertanian.
Selain langkah tersebut, pemerintah juga harus segera menyertakan teknologi terintegrasi dalam pertanian.
Misalnya penggunaan drone untuk pemantauan lahan, aplikasi pertanian untuk pemantauan cuaca, dan mesin-mesin modern.
Tak hanya itu, terkait dinamika pasar global, membangun kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam hal pangan juga dapat menjadi solusi jangka panjang.
Kerjasama ini mencaku sejumlah hal semisal pertukaran teknologi, penelitian bersama, atau bahkan pembentukan cadangan pangan regional.
Terakhir, dalam setiap kebijakan pertanian, kesejahteraan dan budaya petani harus selalu menjadi prioritas pemerintah.
Petani harus dipastikan mendapatkan harga yang adil untuk hasil panennya, memiliki akses ke sumber daya yang dibutuhkan, dan dihormati sebagai pemangku kepentingan utama dalam industri pangan.
Achmad kembali mengingatkan, meskipun impor mungkin diperlukan dalam situasi tertentu, ketergantungan berlebihan dapat menghambat perkembangan industri beras domestik.
Maka dari itu berbagai pihak terkait harus memfokuskan upaya untuk meningkatkan produksi domestik, baik melalui peningkatan luas tanam maupun produktivitas.
Editor: Umaya khusniah