PARBOABOA, Jakarta - PT Nestle Indonesia mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan pekerja, seiring dengan adanya isu boikot produk Israel yang sedang berlangsung.
Namun, langkah itu disebut sebagai upaya efisiensi oleh perusahaan, yang memengaruhi 126 karyawan di Pabrik Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur.
Manajemen Nestle menyatakan penyesalan dan berkomitmen untuk meminimalkan dampak pada karyawan serta menjaga kelancaran layanan bagi konsumen dan mitra bisnis.
Keputusan ini mendapatkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk seruan untuk tetap memprioritaskan keberlanjutan lingkungan dan sosial perusahaan di tengah tekanan ekonomi.
Meskipun terdapat kontroversi terkait dampak boikot produk Israel, Nestle Indonesia berharap langkah ini akan membantu perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar yang dinamis.
Sementara itu, Dwi Haryoto, Presiden Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM), menyebut keterkaitan PHK ini dengan penurunan bisnis, yang mungkin terpengaruh oleh boikot produk pro-Israel.
Meskipun belum jelas penyebab turunnya kinerja perusahaan, Dwi mencatat bahwa situasi konflik Palestina dan Israel belakangan mungkin memainkan peran, terutama terkait boikot produk yang mendukung Israel.
Dwi mengakui perlunya efisiensi, asalkan dilakukan tanpa paksaan.
Dia juga mencatat bahwa ini merupakan kejadian pertama PHK mendadak dalam 35 tahun sejak berdirinya Pabrik Nestle Kejayan.
Sebagai respons, para buruh melakukan aksi protes terhadap Nestle Indonesia pada awal pekan ini, SBNIK bersama serikat regional FSBMM menggelar aksi di Kantor Pusat Nestle Indonesia Jakarta dan Pabrik Nestle Kejayan.
Pengaruh Pasokan ke Pasar Ritel
Menurut Direktur Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal, pemutusan hubungan kerja oleh PT Nestle Indonesia tidak diperkirakan akan mengganggu rantai pasok produk ritel.
Pertimbangannya adalah Nestle Indonesia merupakan perusahaan multinasional dengan anak usaha di berbagai negara.
“Selama ini merupakan langkah efisiensi yang bersifat tidak permanen dan terkait langsung dengan tingkat penjualan, seharusnya lebih condong untuk merekrut dan meningkatkan produksi,” katanya dikutip PARBOABOA, Rabu (15/11/2023).
Faisal meyakini bahwa Nestle Indonesia mampu menjaga dan mengelola rantai pasok dari induk perusahaan hingga anak usahanya yang tersebar di berbagai negara.
Hal ini mengingat Nestle Indonesia merupakan perusahaan multinasional yang memiliki anak usaha di berbagai negara.
Meski demikian, Faisal mengakui bahwa saat ini pasar ritel, terutama di Indonesia, menghadapi hambatan khususnya dalam sektor konsumsi. Hal ini berdampak pada perlambatan pertumbuhan permintaan dari masyarakat.
Editor: Wenti Ayu