parboaboa

Seharusnya Firli Bahuri Dipecat Secara Tidak Hormat

Aprilia Rahapit | Nasional | 29-12-2023

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) terhadap Firli Bahuri dari jabatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: PARBOABOA/Bina Karos)

PARBOABOA, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) memutuskan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keputusan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Firli Bahuri dari jabatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Gugatan tersebut dilakukan karena Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129/P Tahun 2023 itu tidak menekankan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) terhadap Firli Bahuri.

Selain itu, keputusan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menekankan bahwa Firli melakukan pelanggaran berat, apalagi diminta mengundurkan diri, seharusnya dikeluarkan PTDH. 

"Alasan lainnya adalah untuk mengakibatkan Firli Bahuri terdaftar sebagai orang yang tidak dapat menjabat di sektor publik seumur hidup,” ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin, kepada PARBOABOA, Jumat (29/12/2023). 

Ia menuturkan, hal itu harus dilakukan apalagi jika melihat aturan UU 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 KPK. Tepatnya di pasal 32 ayat (1) yang menekankan hal yang menyebabkan komisioner KPK  berhenti atau diberhentikan. 

Yakni disebabkan meninggal dunia, berakhir masa jabatan, perbuatan tercela, hingga terdakwa karena tindak pidana kejahatan. 

Selain itu, juga dikarenakan berhalang terus-menerus lebih dari tiga bulan tidak menjalankan tugasnya, mengundurkan diri hingga diakibatkan sanksi berdasarkan UU KPK. 

Boyamin menekankan, jika PTDH diterapkan, maka hal ini akan memberikan efek jera kepada para pemimpin KPK saat ini dan di masa depan. 

"Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak berani untuk melakukan tindakan yang merugikan amanah atau dianggap sebagai tindakan pengkhianatan dalam upaya memberantas korupsi,” sambung dia.

Perbuatan seperti ini, kata dia, selain melanggar etika juga menimbulkan sanksi pidana. Karenanya, perlu dorongan kepada penyidik di Kepolisian Daerah (Polda) untuk menuntaskan kasus ini.

Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK serta upaya pemberantasan korupsi.

Meski dampaknya belum secara keseluruhan, setidaknya akan memberikan peningkatan sebesar 50 persen dalam grafik kepercayaan masyarakat terhadap KPK. 

"Oleh karena itu, diperlukan keputusan tegas yang berbunyi dengan PTDH agar memberikan sinyal kuat terhadap komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia,” tandasnya. 

Tiga Pertimbangan

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyampaikan, terdapat tiga pertimbangan dalam Keppres atas pemberhentian Firli Bahuri.

Pertama, yaitu surat pengunduran diri Firli yang dikeluarkan tanggal 22 Desember 2023. Kedua, keputusan Dewan Pengawas KPK Nomor: 03/DEWAN PENGAWAS/ETIK/12/2023 pada 27 Desember 2023.

Kemudian yang ketiga, berdasarkan Pasal 31 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 

Sebelum dijatuhi sanksi oleh Dewas KPK, Firli sendiri telah mengajukan pengunduran diri dari KPK yang dikirim ke Presiden Jokowi pada 18 Desember lalu.

Di sisi lain, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg)  telah menyiapkan surat pemberhentian terhadap Firli sebagai Ketua Non Aktif KPK yang akan ditandatangani oleh Presiden Jokowi selepas kunjungan kerja dari Sulawesi Utara. 

Akhir karier Firli di KPK menjadi sorotan, karena menjadi kasus pertama seorang pimpinan lembaga anti korupsi yang justru melanggarnya.

Penetapan Firli sebagai tersangka itu terkait dengan mantan menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang juga kini berstatus sebagai tersangka atas kasus korupsi. 

Firli sebagai tersangka juga berakitan dengan adanya foto pertemuan antara Firli dan SYL pada 2 Maret 2022 di GOR bulu tangkis di Mangga Besar. Hal itu juga dibenarkan oleh Dewas KPK.

Editor : Aprilia Rahapit

Tag : #Firli Bahuri    #KPK    #Nasional    #MAKI    #Jokowi    #PTUN    #PTDH   

BACA JUGA

BERITA TERBARU