Ratni Dewi Sawitri | Islam | 10-06-2023
PARBOABOA – Apa itu ijma? Al Quran dan hadist sebagai sumber hukum Islam menjadi pedoman umat muslim untuk menjalani kehidupan ini.
Pada zaman kepemimpinan Rasulullah SAW, Al-Quran dan hadits sudah digunakan untuk memecahkan segala persoalan yang ada.
Para sahabat Rasulullah selalu bertanya kepada beliau untuk mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapi. Namun, ketika Rasulullah wafat kemudian persoalan-persoalan muncul.
Persoalan yang muncul itu tidak ada dasarnya dalam Al-Quran dan hadits. Maka, umat muslim kesulitan untuk mencari sumber hukum yang adil, sebab tidak ada lagi tempat untuk bertanya.
Seiring berjalannya waktu, muncullah sumber hukum lain yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan hukum yang tumbuh semakin kompleks. Sumber hukum tersebut adalah ijma.
Ijma adalah hukum yang ditetapkan atas kesepatan para ulama, bagaimana maksudnya? apa perbedaan ijma dan ijtihad?
Berikut ini Parboaboa akan menjelaskan secara lebih mendalam, lengkap dengan ciri, jenis, dan contohnya. Yuk, simak di bawah ini.
Ijma adalah sumber hukum ketiga setelah Al-Quran dan hadits. Hukum ini mengacu pada pemahaman bersama dan persetujuan ulama atau cendekiawan muslim yang dianggap memiliki otoritas dalam masalah-masalah hukum.
Secara bahasa ijma memiliki dua arti yakni dilihat dari kata “azam” dan “ittifaq”. Azam berarti niat dari seseorang untuk melakukan sesuatu dan memutuskannya.
Sedangkan ittifaq artinya kesepakatan beberapa orang untuk melakukan sesuatu. Sementara menurut istilah, pengertian ijma adalah kesepakatan para mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat.
Menurut Abi Al-Husain Muhammad ibn Ali Aib Tayyib, ijma adalah kesepakatan kelompok ulama terhadap hukum sesuatu, baik untuk mengerjakan ataupun untuk meninggalkan.
Kedudukan ijma dalam hukum islam adalah sebagai sumber hukum yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum.
Terdapat beberapa dalil yang menjadi dasar ijma, seperti yang termaktub daam Surat An Nisa Ayat 59, yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa Ayat 59)
Perbedaan ijma dan ijtihad adalah terletak pada pengerjaannya. Ijma merupakan bagian dari ijtihad, sehingga semua ijma adalah ijtihad. Sedangkan tidak semua ijtihad adalah ijma.
Para ahli ushul fiqh berpendapat bahwa ijma adalah kesepakatan terhadap permasalahan hukum syara pada suatu peristiwa. Ksepakatan ini dilakukan para mujtahid setelah Rasulullah SAW wafat.
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa ijma merupakan sebuah kesepakatan dari umat Nabi Muhammad SAW mengenai suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama.
Imam Al-Subki mendefinisikan bahwa ijma adalah suatu kesepakatan dari para mujtahid setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan berkenaan dengan segala persoalan yang berkaitan dengan hukum syara.
Melalui buku yang disusun oleh Ali Abdul Razak dan bertajuk al Ijma Fi al Syari’at al Islamiyat. Menurut Ali Abdur Razak ijma adalah kesepakatan dari para mujtahid Islam yang terjadi pada suatu masa dan atas perkara hukum syara.
Dalam bukunya yang berjudul al Wajiz Fi Ushul al Fiqh, Abdul Karim Zaidah menjelaskan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada suatu masa mengenai hukum syara’ setelah Rasullallah SAW wafat.
Abd al Wahhab Khallaf menyatakan ijma adalah konsensus semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah Rasulullah wafat atas suatu hukum syara' mengenai suatu kasus.
Salah satu bentuk ijtihad adalah ijma ulama,artinya kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama Islam berdasarkan Al-Quran dan hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Menurut Muhammad Salam Madkur dan Ali Hasballah menyebutkan ada beberapa kriteria dalam menyebutkan sebuah hukum berdasarkan hasil ijma adalah sebagai berikut:
Dalam Ushul Fiqih Islami oleh Az Zuhaili (1986:537), ijma artinya sah apabila terlah terpenuhi rukun-rukunnya, seperti:
1. Mujtahid lebih dari satu orang
2. Kesepatan dari para mujtahid atas hukum tertentu harus dapat direalisasikan
3. Adanya kesepakatan dari semua mujtahid sebagai suatu hukum syari’i tanpa memandang suatu negeri, kebangsaan, atau kelompok tertentu
4. Kesepatakan diawali ketika masing-masing mujtahid memberikan pendapatnya secara jelas dan transparan
5. Penetapan ijma harus bersandarkan pada Al Quran dan hadits Rasulullah.
Jenis-jenis ijma dibagi menjadi 4 kategori. Berikut ini yang merupakan jenis ijma adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kejelasan perkara yang disepakati, ijma terbagi menjadi dua, yaitu:
2. Berdasarkan metode terjadinya, ijma dibagi menjadi dua yaitu:
3. Berdasarkan jumlah pendapat yang ada, ijma dibagi menjadi dua, yaitu:
4. Berdasarkan metode untuk mengetahuinya, ijma dibagi menjadi dua yaitu:
Setelah memahami pengertian dari ijma, berikut ini contoh ijma adalah sebagai berikut:
Demikianlah penjelasan tentang ijma adalah beserta dengan ciri, rukun, jenis dan contohnya. Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan Anda mengenai sumber hukum Islam, selain Al-Quran dan hadits. Semoga bermanfaat.
Editor : Lamsari Gulo
Tag : #hukum islam #ijma adalah #islam #pengertian ijma #contoh ijma #rukun ijma